Dari Segi Keluarga ( Ayub 1:5;2:10 )
Dari penelitian, penulis mendengar beberapa pandangan dari teologia, tentunya lewat pembicaraan, juga lewat kotbah hamba Tuhan, yang memiliki pandangan tentang Ayub yang gagal sebagai suami dan Ayah yang baik( pandangan dalam kesaksian seorang hamba Tuhan disebuah gereja ). Tapi penulis memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan tersebut.
Ayub Adalah Ayah Yang Baik
Jarang sekali dan sulit sekali untuk menemukan profil ayah dan suami seperti Ayub, kebanyakan ayah gagal mendidik kerohanian anak-anaknya, bahkan catatan Alkitab mengenai Imam Eli dan Nabi Samuel pun ternyata gagal mendidik anak-anaknya (1 Sam. 3:13; 8:6). Ayub adalah salah satu contoh yang baik bagaimana menjadi seorang ayah atau orang tua teladan di dunia ini. Setiap ayah perlu memperhatikan dan meneladani apa yang dilakukan oleh Ayub, dengan kepekaan, kerendahan hati dan dengan kesetiaan Ayub memantau dan memelihara kehidupan jasmani dan rohani anak-anaknya. Ayub 1:5 menuliskan dalam kitab Ayub mengatakan:
“apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: “Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.
Dalam kasus ini, Ayub hanya antisipasi kalau-kalau anaknya melakukan sesuatu yang tidak terpuji bagi Allah ( mengutuki ), yang diterjemahkan dalam bahasa indonesia ; mengutuki dalam ayat ini mengunakan kata dasar barak yang mengalami perubahan kata kerja menjadi piel vav/konsikutif perfek 3 umum jamak ( kata dasar ini dibahas pada poin Penderitaan menurut persepsi Ayub), tidak bisa dipastikan apakah anak-anak Ayub melakukan sesuatu yang salah dalam reuni saudara-bersaudara. Hal ini dikarenakan penempatan kata dalam ayat ini yang berarti “ mungkin”, artinya mungkin ya dan mungkin tidak. Sikap antisipasi ini menekankan pada pemikiran seorang ayah yang peduli dan menjaga keluarganya, menjadi keluarga idaman Tuhan.
Keluarga adalah hal yang penting bagi Ayub, semaksimal mungkin ia menjadi ayah yang sesuai dengan tuntutan TUHAN, yaitu mengarahkan anak-anaknya takut akan TUHAN, serta menafkahi keluarganya, dan ia memenuhi semua itu. Ayub membangunkan rumah untuk anak-anaknya, ayat 4 memberitahukan akan hal itu, dan secara bergiliran berkumpul untuk pesta bersama, sekalipun sudah memiliki rumah masing-masing, Ayub tetap memperhatikan kehidupan rohani anak-anaknya, karena ia tahu, tugas sebagai seorang ayah yang baik.
Ayub Adalah Suami Yang Baik
Di lihat dari status suami, ia juga memberikan makna sebagai suami yang baik, sebelum terjadi penderitan, bisa di pastikan hubungan antara Ayub dengan istrinya baik-baik saja. Hal itu bisa dilihat saat penderitan menimpa Ayub, ia menanggapi perkataan istrinya saat mengatakan kepadanya untuk mengutuki Allah: “…engkau berbicara seperti perempuan gila, “ , reaksi Ayub ketika mendengar perkataan istrinya. Menurut The Wycliffe Bible Commentary;
“ pengendalian diri Ayub yang lembut sebagaimana tampak dari jawabannya terhadap saran istrinya membuktikan secara menyakinkan , seperti halnya madah pujian yang ia utarakan sebelumnya, dia tidak menyebut istrinya gila, namun ia menuduh istrinya berbicara di dalam keputusasaan itu seperti dari kumpulan yang nasihatnya biasa tidak ia ikuti,
Jadi Ayub selalu memperlihatkan sisi terbaik dari posisinya sebagai suami, kelembutan yang selalu di berikan, dirasakan oleh istrinya, dari hal itu, istrinya salalu ada mengawasinya dan tidak meninggalkan dia, dalam pasal 19:17, nafasku menimbulkan rasa jijik kepada istriku”
Tidak ada pemberitahuan tentang siapa wanita yang melahirkan anak-anak Ayub setelah penderitaan. Kesimpulan bahwa istri Ayub yang menemani sepanjang hidupnya.
No comments:
Post a Comment