DAFTAR ISI
BAB
1 : PENDAHULUAN
BAB
II : HUKUM TAURAT
1. Perjanjian
Lama .
A. Historis
Hukum Taurat
B. Terminologi
Taurat
2. Perjanjian
Baru
A. Kitab Roma
B. Yesus Kristus dan Taurat
BAB
III : PANDANGAN PAULUS TENTANG HUKUM TAURAT
DALAM
KITAB ROMA
1. Dampak
Hukum Taurat Menurut Paulus Dalam Kitab Roma
A. Hukum
Taurat Menyebabkan Mengenal Dosa ( Roma
5:13 )
B. Hukum
Taurat Membawa pada Kematian ( Roma 7:10-11)
C. Hukum
taurat Tidak Dapat Membenarkan Manusia(Roma 3:21-31)
D. Hukum
Taurat Tidak Menyelamatkan. ( Roma 10:1-10)
2. Hubungan
Hukum Taurat Dan Yesus Kristus Menurut Paulus Dalam Kitab Roma
A. Hukum
Taurat Adalah Hukum Allah (Roma 7:22)
B. Hukum
Taurat Menunjuk Kepada Mesias ( Roma 10:4-13)
C. Taurat
Bukan Penghalang Menerima Keslamatan ( Roma 9:30-33)
D. BAB IV : KESIMPULAN
E. BIOGRAFI ………………………..
BAB
I
PENDAHULUAN
Hukum Taurat adalah Hukum
dasar yang harus ditaati seluruh umat
beragama Yahudi. Hukum ini diterapkan pada kesepuluh hukum (Keluaran 20 ),
kemudian pada segala hukum dan peraturan
dari Tuhan, khususnya pada kelima kitab Taurat ( Pentateukh ).
Hukum Taurat sangat melekat pada
orang Israel dalam kehidupan mereka sehari-hari, bagi bangsa yang terpilih
mereka memahami bahwa hukum Taurar adalah hukum yang diajarkan Allah secara
langsung kepada bangsa itu. Melanggar hukum taurat Allah berarti melanggar kehendak Allah, memelihara hukum Taurat
berarti mentaati kehendak Allah.
Karena ini adalah kewajiban
bagi bangsa pilihanNya, dalam hukum Taurat Allah memberikan dua konsekuwensi
kepada bangsa itu, yaitu Kutuk dan berkat.
Bahwa Allah akan memberkati orang yang setia dan tidak melanggar Hukum
Taurat, dan Allah mengutuk setiap orang yang mengabaikann Hukum Taurat.
Hukum Taurat ini dipelihara dari
generasi ke generasi kaum Yahudi sebagai standar hubungan mereka kepada Tuhan,
bahkan dalam tatanan kehidupan bangsa itu, telah ditetapkan kaum tersendiri
dalam hal memimpin keagamaan, atau sebuah lembaga, yang selalu menyoroti
kehidupan masyarakat dalam hal hukum Taurat. Salah satunya, pada abad pertama Masehi, adalah Saulus, yang
kemudian dikenal sebagai Paulus.
BAB II
HUKUM TAURAT
1. Perjanjian
Lama
Hukum Taurat dikenal bermula dalam perjalanan bangsa
Israel keluar dari mesir
(Sinai). Hukum ini sebagai pagar untuk mendisiplinkan umat pilihan di
hadapanNya sebagai bangsa yang kudus. Menurut penulis, latar belakang hukum
diberikan karena adanya perjanjian Allah ( covenant (berit )) kepada bangsa itu
lewat Abraham, Ishak dan Yakob.
Bila dicermati hukum-hukum dalam PL, yang biasa di
lihat adalah hukum yang dikatagorikan dalam beberapa hal, 1. Hukum-hukum moral.
2. Hukum-hukum upacara, ( mengenai korban dan cara memilih/memberikan korban) ,
3 hukum-hukum sipil ( tahir atau tidak tahir ). Jelas
bahwa Taurat adalah perjanjian antara Allah dan Israel.
A. Terminologi
Taurat
Kata torah dari kata kerja bahasa Ibrani yarah. וּלְהוֹרֹ֖ת" dalam pangkal verba (konjugasi) hifil, infinitive konstruk kata ירה (yarah)”
berarti "memberi pengajaran, mengajarkan, menunjukkan" (misalnya pada
Kitab Imamat 10:11). Jadi kata torah dapat
bermakna "ajaran" atau "instruksi", boleh ajaran dari ibu, ajaran dari ayah, atau ajaran dari Tuhan. Terjemahan
yang paling sering dipakai adalah "hukum". Sebenarnya hukum Taurat
mengandung makna hukum Hukum, meski dalam kata bahasa Ibrani untuk
"hukum" adalah “din”.
Pengertian "Torah" sebagai
"Hukum tidak menjadi halangan untuk
"memahami pemikiran yang disarikan dengan istilah talmud torah (תלמוד תורה,
"pelajaran Taurat"(Kitab Taurat)).
Perjanjian Baru mengunakan kata Yunani nomos (misalnya Mat.5:17;
Luk.16:17; Kis 7:53; 1 Kor 9:8). Taurat adalah bagian terpenting dari kanon
Yahudi, “wibawa dan kesuciannya jauh melebihi kitab Nabi-nabi atau kitab-kitab
lainnya”.
Taurat terdiri dari 613 peraturan-peraturan yang rumit yang tak dapat
dilaksanakan oleh siapapun selain pembuatNya sendiri.
Selanjutnya kata
"torah" lebih digunakan dalam artian luas, meliputi peraturan
tertulis maupun lisan dan akhirnya meliputi seluruh ajaran agama Yahudi,
termasuk Mishnah, the Talmud, the Midrash and
lain-lain. Selain itu, juga dapat diterjemahkan sebagai "pengajaran,
petunjuk, perintah", atau "kebiasaan"atau sistem.
B.
Sejarah Hukum Taurat Dalam Perjalanan
Israel
Mulai dari keluaran 20, Israel dihadapkan pada kumpulan hukum-hukum
ini, berawal pemberian titah yang
diluangkan dalam dual loh batu di Sinai, harus dimengerti dalam perfektif
covenant ( Perjanjian ). Taurat tidaak pernah dimaksudkan “jika Israel taat maka menjadi bangsa
pilihanNya”, karena Allah lebih dulu
memilih Israel sebagai bangsa pilihan, kemudian barulah Taurat yang berfungsi
sebagai tata laku yang mengatur relasi antara Allah dan Israel.
Sesudah pembuangan di Babel, hukum itu semakin banyak di ulang, diperluas,
dibaharui sesuai dengan keadaan. Waren W
mengatakan: “Israel telah bertobat dari pemujaan berhala, bahkan mereka semakin
giat melaksanakan hukum Taurat, bahkan mereka memperbaiki hukum Allah dengan
menambahkannya adat istiadat mereka sendiri dan menjadikan adat istiadat itu
setara dengan hukum Taurat”.
Nehemia sebagai Ahli Taurat ( pertama kali istilah ini muncul dalam kaum
Yehudi), menyalin semua itu kembali, untuk memperbaiki hubungan relasi antara bangsanya
dengan Tuhan. Dari sinilah, kemudian muncul komunitas yang menyebut dirinya
sebagai ahli Taurat.
2.
Perjanjian Baru
Istilah hukum Taurat dalam PB adalah (τον νομον
). Makna dari kata ton Nomon (Nomos) sama halnya makna awal yang
dipaparkan diatas dalam terminologi hukum Taurat Bahasa Ibrani. Tetapi cara
dalam melihat hukum Taurat mulai berbeda, konsep awal dalam pandangan Yudaisme,
dikritik keras oleh Yesus Kristus karena implementasi yang tidak sesuai dalam
hidup orang Yahudi.
A.
Kitab Roma
Kitab Roma diambil dari nama
kota/negara yang menguasai dunia zaman itu. Negara Roma mencakup segala
macam daerah, iklim, suku bangsa, bahasa, dan kebudayaan, tidak saja
dipersatukan oleh politik Romawi tetapi juga oleh kebudayaan Yunani.
“Dalam
pengetahuan umum, kesenian, kesusastraan, dan filsafat/logika kebudayaan
Yunanilah ‘(Helenisme)”
yang menjadi alat pemersatu. Sedang-kan dalam ilmu hukum, bidang administrasi,
dan kemiliteran peranan Romawi yang berpengaruh.” Sesungguhnya hal ini
menyatakan bahwa ada dua kekua-saan yang tetap eksis, secara politik oleh
Romawi dan kebudayaan oleh Yunani. Keduanya secara berturut-turut menguasai
dunia.
-
Penulisan
Kitab Roma
Rasul
Paulus disebut sebagai penulis surut Roma terdapat dalam Roma 1:1. Ia adalah
hamba Yesus Kristus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk
memberitakan Injil Allah. Ia seorang Israel, keturunan Abraham, dari suku
Banyamin (Rm. 11:1; lih. jg. Fil. 3:5). Menurut Kisah Para Rasul 22:3 (bnd.
21:39) Paulus lahir di kota Tarsus di tanah Kilikia. Sejauh ini perdebatan
tentang siapa penulis surat Roma tidak menjadi persoalan. Walaupun para pakar
teologi liberal pernah berpendapat bahwa rasul Paulus tidak menulis surat Roma.
Namun perde-batan tersebut telah terselesaikan dan hampir semua menerima bahwa
rasul Paulus adalah penulis surat Roma.
Bukti dalam surat ini sendiri sangat meyakinkan. Sejumlah peristiwa dan tokoh
yang ditulis di dalam surat ini juga diceritakan dalam kitab-kitab lain. “
surat Roma adalah missionary terakhir, tetapi menempati urutan pertama dalam
surat-surat dalam PB.”
B. Yesus Kristus Dan Hukum Taurat
Supaya
kita memahami bahwa semua pandangan Rasul tidak mungkin bertentangan dengan apa
yang Yesus sendiri maksudkan tentang hukum Taurat termasuk Rasul Paulus, maka
perlu melihat esensi hukum Taurat merurut Yesus Kristus.
Matius
5:17,
Mari
kita kaji kata Inggris 'fulfill' dengan bahasa asli Perjanjian Baru. Matius
5:17 menulis 'πληρωσαι - plêrôsai', aorist aktif infinitif dari kata 'plêroô'
dan jika ditelusuri asal-usulnya lagi, berasal dari 'πληρης - plêrês' ( penuh), akhirnya berasal dari kata
dasar 'πιμπλημι - pimplêmi (mengisi). makna kata dasar πληροω - plêroô, berarti 'memenuhi' dalam arti melakukan). Jadi
dalam Matius 5:17 menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah pelaku penggenap
hukum Taurat. Dalam ajaranNya mencanangkan tatanan baru, yaitu hukum yang baru,
yaitu hukum Kasih. Dimana setiap umat Kristus yang melaksanakan kasih, mereka
juga telah menggenapi tuntutan-tuntutan hukum Taurat. Dengan ini selaras dengan
kata 'pleroo’ dalam Roma 13:10.
BAB III
PANDANGAN PAULUS TENTANG HUKUM TAURAT
MENURUT KITAB ROMA
Sebagai seorang yang terlahir dalam keturunan Yahudi, tentu pemahaman Paulus tidakah lepas dari
pemahaman Yudaisme yang berkembang pada masanya. Sebelum mengalami pertobatan,
baginya kewajiban dalam agama adalah ketaatan penuh pada hukum Taurat. tetapi
setelah bertobat, pandangannya tentang hukum Taurat menjadi berubah. Kritis
Paulus membuktikan ketidakcukupan Taurat sebagai sarana untuk bisa dibenarkan
oleh perbuatan.
Bagi Paulus, pengenalan akan
Kristus membuat dia harus bersikap kritis terhadap mutlaknya Taurat sebagai
jalan keselamatan. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus banyak berbicara mengenai hukum Taurat.
Sebelum mengenal Kristus, Paulus amat yakin bahwa hukum Taurat adalah jalan
keselamatan, tetapi pandangan itu berubah oleh karena Kristus mengubahnya, untuk
kebenaran yang mutlak.
Paulus berani meninggalkan Taurat demi
memperoleh Kristus. Bagi Paulus, hukum Taurat yang dianggap anugerah Allah itu
memang bagus dan suci, namun tuntutannya amat berat. Umat Yahudi sendiri menyebutnya
sebagai kuk. Menaati hukum Taurat dengan mengandalkan kekuatan manusia saja
rasanya tidak mungkin. Bahkan Paulus merasa bahwa hidup di bawah Taurat
bagaikan hidup di dalam belenggu ( Rm. 7:6). Frustasi Paulus dalam menjalankan
Taurat dikatakan dalam Roma 7:14-24. Syukurlah bahwa Kristus dengan
kebangkitanNya telah membawa pembebasan dari kuasa hukum Taurat ( Rm.7:25).
Selain itu, jika
keselamatan diukur dari seberapa kemampuan umat menaati Taurat, berarti manusia
sendirilah yang menjadi penentu keselamatannya. Lain halnya iman akan Kristus, Keselamatan dalam Kristus adalah rahmat dan
kasih karunia. Keselamatan dalam Kristus bukanlah apa yang dicapai oleh manusia
dengan perbuatannya, tetapi semata-mata kasih karunia Allah bagi umat beriman.
Berbeda dengan pandangan Taurat,
ketaatan manusia pada kehendak Allah bukanlah perasyaratan keslamatan, tetapi
tanggapan atas karunia keselamatan dalam Yesus Kristus. Setelah mengenal
Kristus, Paulus tidak lagi mengandalkan Taurat, Karena hukum Taurat tidak
membawa keselamatan. Paulus tidak lagi berpegang pada auran Taurat, misalnya
soal thir-najis, tradisi sunat, mengkafirkan bangsa lain. Alasannya, Kristus
datang, sengsara, wafat dan bangkit untuk keselamatan seluruh umat manusia.
Itulah sebabnya Paulus tidak segan-segan menyatakan dirinya sebagai rasul untuk
bangsa-bangsa lain bahkan semua bangsa (Rm 1:5, 13; 2:14; 15:16-21 ).
1. Dampak Hukum Taurat Menurut Paulus
Dalam Kitab Roma
Sebelum berbicara lebih jauh
mengenai Paulus dan Hukum Taurat, penting
untuk dipahami bahwa ketika Paulus menyebut Hukum Taurat tidak terbatas
pada perintah Allah saja (10 Hukum atau Perintah). W. D. Davies menyebutkan
bahwa “setidaknya ada empat pengertian dalam memahami perkataan Paulus tentang
Hukum Taurat. Menurut Davies, Hukum Taurat mencakup semua perintah Allah:
Sejarah iman Israel dalam memahami Allah; Kebijaksanaan Allah (Amsal 8) dan
yang terakhir adalah pernyataan kehendak Allah bagi dunia, alam dan bagi
masyarakat (Israel).
Jadi perlu di mengerti tentang pandangan hukum Taurat mulai dari Perjanjian
Lama sampai kepada masa Rasul-rasul.
Paulus
Yang dulunya adalah seorang yang taat
hukum Taurat kemudian Paulus memahami Hukum Taurat secara berbeda Paulus
berbalik menggantikan kesetiaannya kepada Taurat dengan pengandalan kepada
Kristus. Paulus memberitakan Kristus dengan tidak meninggalkan akarnya, yaitu:
orang Yahudi yang mengerti tentang Hukum Taurat, kepada orang-orang non-Yahudi.
Paulus tidak menentang Hukum Taurat, ia hanya menentang cara orang Yahudi dalam
memahami Taurat, karena itu, ia (Paulus) dalam kitab Roma memaparkan
pandangannya tentang dampak dari hokum Taurat sendiri.
A. Hukum
Taurat sarana Mengenal Dosa
Dosa (hamartia) telah melekat pada diri
manusia sejak kejatuhan Adam dan Hawa, Tuhan memberitahukan kepada mereka bahwa
mereka telah melanggar perintahNya yang akhirnya membuat mereka tahu bahwa
mereka telah salah di hadapan Tuhan.
Manusia mengalami kerusakan dan karakternya sebagai orang berdosa.
“ketika Paulus menyampaikan kebenaran berhubungan dengan kerusakan dan
kebobrokan manusia dalam Roma 3, ia
mengutip dari Mazmur. Seluruh manusia telah jatuh ke dalam dosa,
keinginan-keinginan kita telah jatuh ke dalam dosa, hidup kita telah jatuh ke
dalam dosa.”
Satu sisi teologis yang Paulus perlihatkan
dalam Kitab Roma7:7 adalah “… oleh Hukum
Taurat aku telah mengenal dosa,” dan upah dosa adalah maut ( Roma 6:23). Taurat
bukan hanya menyatakan dan memajukan dosa, ia juga dengan giat menghukumnya. “ sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan
di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum
taurat, orang mengenal dosa (Roma 3:20).”
salah satu poin hokum Taurat dalam diktat Roma/Ibrani STTII tentang tujuan
hukum Taurat yaitu “untuk menyatakan
dosa, dan bukan keslamatan. Hukum menunjukkan masalah dosa, tetapi tidak dapat
menyelesaikan masalah itu”.
Paulus menyadari benar bahwa
justru oleh hukum Taurat ia telah mengenal dosa ( Roma 7:11), karena menurutnya
dalam perintah Taurat, dosa mendapat kesempatan dalam segala keinginan-keinginan
sebab tanpa hukum taurat dosa mati. Perhatian Paulus tentang hal ini sangat
spesifik, (Roma 7:7) “ bagian Alkitab ini bukanlah kehidupan dalam daging,
melainkan sifat Taurat. “
Apakah Hukum Taurat itu Dosa? Sekali-kali
tidak, justru oleh hukum taurat aku telah mengenal dosa ), dalam
hal ini Paulus maksudkan adalah “ karena dosa diam di dalam manusia, “keinginan
daging di dalam kita adalah melawan aturan, maka
Taurat yang kudus menunjukkan keadaan dosa yang sebenarnya, sehingga dengan
demikian menjadi alat kematian. Namun dosa itulah yang membawa maut, bukannya
Taurat (Roma 7:10-11). Dosa itu dasyat, tapi anugrah Allah lebih
dasyat lagi. Dimanapun ada dosa yang tak terlukiskan, disitu pula ada anugrah Allah yang
berlimpah.
B. Hukum
Taurat Membawa Pada Kematian (Roma 7:9-11)
Sulit untuk memahami apa yang Paulus
maksud dalam Roma 7:9, tentang kata “
dahulu aku hidup”, tapi menurut Hodges
ini sudah merupakan peralihan pada diskusi pengalaman orang percaya.
Istilah hidup tidak dapat
menunjuk pada saat dia "mati karena
pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa. Sebagai orang percaya, Paulus hidup, dia bersekutu secara akrab
dengan Tuhan Yesus, kemudian ada perintah
yang muncul yang meyakinkan bahwa dia harus tunduk pada sebuah perintah dari
hukum Taurat atau juga pada sebuah perintah dari ajaran manusia. Kemudian hukum
Taurat membangkitkan dosa, dia berdosa, sehingga dia mati, dengan arti dia mengalami maut, atau maut tertanam dalam
dirinya, karena dia berdosa. Ini tidak berarti dia meninggal dunia secara
jasmani, dan ini tidak berarti bahwa keselamatannya hilang, tetapi dia
mengalami maut. Dia membiarkan dirinya ditarik kembali ke dalam aiwn/aion
lama di mana dosa dan maut berkuasa.
Pengalaman persekutuan yang akrab dengan Tuhan Yesus putus, dan Paulus memakai
istilah aku mati untuk
menceriterakan putusnya persekutuan tersebut.
Pernyataan Paulus dalam Roma 7
ayat 11, : sebab dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipu aku
dan oleh perintah itu ia membunuh aku.
Seiring bahwa tidak ada satupun orang yang sempurna oleh karena melakukan hukum
Taurat, bahkan justru sebaliknya semakin mengenal dosa, maka ujung dari hukum
Taurat adalah kematian. Karena itu bagi
Paulus, “dahulu hidup hanya mengikuti hawa nafsu duniawi, tapi sekarang hidup semata-mata untuk
kehendak Allah. Dahulu dosalah yang mengotori seluruh tabiat, sekarang kasih
karunia Yesuslahyang mencuci segala perangai dan jiwa. Dahulu diperhitungkan
dalam kematian, sekarang diperhitungkan dalam kehidupan, yaitu hidup baru di
Dalam Yesus Kristus.
C. Hukum
Taurat Tidak Dapat Membenarkan Manusia
Doktrin pembenaran, baik dalam Bahasa
Ibrani dan bahkan Yunani memiliki akar kata yang sama yang diterjemahkan ke
dalam Alkitab Bahasa Inggris sebagai “righteousness” dan “justification”. Dalam
Bahasa Ibrani “tsedeq” berarti dijadikan benar,
sedang “dalam Roma 1: 17 dikatakan bahwa “orang benar atau dikaios akan hidup
oleh iman.” Bentuk verbal dari kata dikaios adalah dikaioo yang berarti “
menyatakan kita benar”. Kata
yang sama juga digunakan dalam Roma 5:18, “ sebab itu sama seperti oleh satu
pelanggaran semua orang peroleh penghukuman demikian pula oleh satu perbuatan
kebenaran semua orang beroleh pembenaran ( dikaiosis) untuk hidup. Jadi kata
justification atau pembenaran berarti “ dinyatakan benar atau dijadikan benar”.
Jadi Telah di uraikan di atas bahwa “ pembenaran adalah tindakan Allah yang
yuridis bedasarkan kedaulatannya.”
Memang hukum Taurat tidak memberikan
pembenaran dan tidak memberikan jaminan
keslamatkan, karena tidak satupun yang dapat pembenaran oleh karena
hukum Taurat. Tetapi hukum Taurat bukan
penghalang untuk dapat pembenaran dari Allah, yaitu pembenaran oleh iman.
Melalui
perbuatan-perbuatan melakukan Taurat orang tidak dapat memperoleh kebenaran.
Amanat Paulus yang utama dalam Surat Roma ialah bahwa kebenaran datang oleh
iman, bukan oleh pekerjaan Taurat (yaitu perbuatan manusia yang dilakukan
berpadanan dengan tuntutan Taurat). Paulus belajar PL bahwa iman ialah kunci
kebenaran ( Rm 1:17; Hab 2:4). Ketidak mampuan Taurat untuk menjawab kebutuhan
dasar manusia, hendaknya dicatat bahwa
pentingnya Taurat terbatas pada soal kebenaran ini. Di lain hal Paulus tidak
pernah menyarankan bahwa ada sesuatu yang secara hakiki lemah mengenai Taurat,
tetapi fungsi vital untuk menyediakan sarana untuk mencapai kebenaran itu
diberikan kepada iman, bukan Taurat. Inilah alasan Paulus begitu bersikeras
bahwa kebenaran diperoleh melalui iman dan bukan melalui perbuatan melakukan
Taurat. “namun hal ini bukan berarti kita sekarang bebas untuk melakukan segala
apa yang kita senangi. Hukum Allah itu sendiri tidak ada salahnya, semuanya
baik”
Paulus membela universalitas keselamatan, seperti
yang ditunjukkan ayat berikut: “Atau apakah Allah hanya Allah orang Yahudi?
Apakah ia juga bukan Allah dari bangsa-bangsa lain? Ya, juga dari bangsa-bangsa
lain.” Latar belakang ini membantu untuk memahami bahwa Paulus tidak menyerang validitas
dan nilai hukum sebagai pedoman moral bagi perilaku Kristen. Sebaliknya, ia
dengan tegas menegaskan bahwa Kristus datang secara khusus “agar tuntutan hukum
yang adil dapat dipenuhi di dalam kita” (Roma 8: 4).
Hal yang tidak bisa di sangkal dalam
perikop ini adalah pemahaman finis Paulus, maksudnya Paulus dalam poin ini
adalah letak keterbatasan Taurat, yaitu tidak menyelamatkan. “menghadapi
keyakinan umum yang bertentangan dan telah meluas yang menyatakan bahwa manusia
dapat mengusahakan sendiri jalan ke
surga,
mendapat kritik yang besar dari Paulus, dan meluruskan hal itu, supaya
khususnya Yudaisme, orang yahudi seperti dirinya bisa memahami persoalan ini. Paulus
bukan mengkritik hukum Tauratnya tetapi pemahaman keselamatan mereka melalui
hukum. Dia menolak pandangan hukum sebagai dokumen pemilihan yang mencakup
orang-orang Yahudi dan mengecualikan orang-orang bukan Israel. Solusi
yang diberikan Paulus adalah bahwa seseorang dapat dibenarkan hanya oleh iman
kepada Yesus Kristus. Orang yang telah berdosa telah kehilangan kemuliaan Allah
dan tidak dapat mengahampiri Allah yang Mahakudus, sehingga mereka hanya akan
dapat diselamatkan melalui kebenaran Allah karena iman di dalam Yesus Kristus.
Kata “kebenaran Allah” dalam ayat 22 ini berasal dari kata bahasa Yunani yaitu
δικαιοσύνη δὲ θεοῦ, ( dikaiosune
de teou )kata
ini lebih tepat diterjemahkan sebagai “kebenaran yang dari Allah.” Inti dari
pernyataan ini adalah bahwa setiap orang yang ingin masuk Surga harus terlebih
dahulu memiliki status sebagai orang benar. Untuk mendapatkan status sebagai
orang benar maka berimanlah kepada Yesus Kristus yang telah mati untuk menebus
dosa seluruh umat manusia.
D.
Hukum
Taurat Tidak Menyelamatkan.
Istilah keslamatan menurut
Halgelberg”menunjuk pada pembebasan dari hukuman kekal, tetapi juga pembebasan
dari murka Allah yang diuraikan dalam pasal 1:18-32 atau pembebasan dari bahaya
jasmani. Definisi itu tidak dapat disangkal kalua pemakaian istilah tersebut
diselidiki dengan Septuaginta.
Paulus
dalam Roma 6:14, “Kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat tetapi di bawah kasih
karunia”, mempunyai hubungan dengan Roma
7:1-6. Orang percaya telah mati bagi dosa (psl. 6), dan sekarang dalam
pasal 7, Paulus menguraikan dalam hal apa lagi orang percaya telah mati. Hukum
Taurat menuntut kematian dan Kristus telah memenuhi tuntutan kematian itu di
atas kayu salib. Upah dosa adalah maut, kematian Kristus telah membatalkan upah
itu. 7:1-6 kembali mengulangi 6:14 dengan menjelaskan lebih jauh bagaimana
terlepas dari hukum Taurat. Seperti dikatakan oleh Th. Van den End, “Dalam
pasal 7 ia memberi penjelasan tentang kebebasan itu: kebebasan dari kuasa dosa
adalah kebebasan dari kuasa hukum Taurat. Tegasnya, pasal 7 merupakan
uraian mengenai perkataan yang terdapat dalam 6:14”.
Bagi kaum Yudaisme, pandangan ini
mengganggu kehidupan mereka, karena Taurat adalah standar tertinggi dalam
hubungan mereka dengan Tuhan. Paulus mengatakan “… sebab Musa menulis kebenaran
karena hukum Taurat: “orang yang melakukannya, akan hidup karenanya,”(Roma
10:5). “ hidup dan kebenaran mempunyai hubungan yang sangat erat, kutipan itu , yang diambil dari kitab Imamat
18: 5, mengemukakan frustasi yang
seharusnya timbul dalam hati setiap orang yang berusaha untuk membenarkan
dirinya melalui ketaatan pada hukum Taurat. Kalau aku melakukan seluruh hukum
Taurat, aku akan hidup. Namun bagaimana aku dapat melakukannya jika aku belum
mempunyai hidup itu dari Allah? Jelas, aku memerlukan seseorang juruselamat untuk mengangkat aku dari
frustasi ini.
Bagi Paulus
hukum Taurat sendiri tidak menyelamatkan, karena tidak satupun yang dapat
pembenaran oleh karena hukum Taurat. Justru pembenaran oleh karena iman, dan
keslamatan merupakan anugerah Allah dan diterima melalui iman. “karena dengan
hati orang percaya dan dibenarkan, dan
dengan mulut orang mengaku dan di selamatkan (Roma 10:10), ayat ini menjadi
standar untuk melihat bahwa: manusia harus dibenarkan dahulu, dan hukum Taurat
tidak dapat memberikan pembenaran itu, melainkan manusia dibenarkan oleh iman,
sehingga keslamatan itu berasal dari pengakuan iman kepada Yesus Kristus.
2.
Hubungan
Hukum Taurat Dengan Yesus Kristus
Menurut
Paulus Dalam Kitab Roma
Kehadiran Kristus
memberikan pengaruh tersendiri bagi ahli Taurat, dimana ahli Taurat mendapati tindakan dan
perkataan Yesus seakan melanggar istiadat Yudaisme, bahkan bertentangan dengan
Taurat, (mis: kisah murid memetic gandum pada hari sabat), sehingga hal ini
menimbulkan selisih dalam kalangan ahli Taurat sendiri. Yesus sendiri tak
pernah menghapus dan membatalkan hukum Taurat.Bahkan
ia sendiri mengatakan hal itu: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang
untuk meniadakan hokum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk
meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” (Matius 5:17). Tetapi
kehadiran
Yesus Kristus juga membawa dampak dalam melihat dan memahami tentang hukum
Taurat dikalangan para murid, termasuk Paulus, setelah menerima Kristus dalam
hidupnya.
Berikut
beberapa hubungan hukum Taurat dengan Yesus Kristus dalam pandangan Rasul
Paulus.
1. Hukum
Taurat Adalah Hukum Allah
Paulus sebagai sosok saleh dan mantan pemimpin agama Yahudi mengaku
bahwa tidak mungkin bagi manusia, dengan kemampuan sendiri, menaati seluruh
hukum Taurat itu. Sebab semakin mereka mengetahui hukum itu, semakin mereka
sadar bahwa mereka tak berdaya mengerjakan semuanya. Hal ini membawa dalam satu
diskusi yang bagi Paulus hal yang patut dipertanyakan tentang maksud Allah tetap memberikan hukum Taurat pada
bangsa Israel.
Paulus
menjelaskan bahwa salah satu tujuan hukum Taurat diberikan adalah agar manusia
bisa melihat keberdosaannya, supaya memahami ketidakberdayaannya. Hukum Taurat
adalah penuntun kepada kasih karunia
Allah sebab kesimpulan Hukum Taurat adalah kasih. Jika kita mengasihi Allah dan
sesama kita, kita sudah menggenapi seluruh maksud Hukum Taurat.. Dengan
demikian manusia menjadi siap untuk kasih karunia dari Allah yang maha adil
itu.
Bagi Paulus Taurat itu hukum Allah, dan
Paulus suka dengan Taurat ( Roma 7:22), menurut Surat Roma dalam tafsirannya sebagai
berikut, memang ‘aku’ mempunyai alat yang mampu mengenal kehendak ilahi. Dan
aku menyetujui apa yang di perkenalkan kepadaku. Aku malah bergembira sebab aku
tahu bahwa hal itu membawa keslamatan dan hidup kepadaku. Tetapi
tidak sampai disana, karena hukum Allah tidak hanya disetujui, tetapi juga
hukum Allah menuntut ketaatan. Bagi Paulus Taurat bersifat Rohani. Agar tidak
seorang pun berpikir bahwa lebih baik tidak mempunyai hukum, Paulus serta merta
mengemukakan maksudnya yang rohani, lalu mempertentangkannya sifat ini dengan
kodrat kedagingan manusia, yang terjual di bawah kuasa dosa (Rm.7:14). Dengan
kata lain, jika Taurat membuat dosa lebih hebat lagi, itu bukan kesalahan
Taurat. Kesalahan terletak pada manusia. Dosa takkan mungkin dirangsang jika
manusia tidak bersifat daging. Fungsi sesungguhnya dari Taurat adalah rohani,
yakni mencapai hasil-hasil rohani. Jika Taurat memperoleh bahan yang tepat
untuk digarap, ia akan mencapai hasil-hasil rohani tadi, tetapi kegagalannya
terletak pada ketidakmampuan manusia untuk memberi tanggapan terhadapnya. Tentu
dalam pendekatan Kristiani terhadap Taurat muncul keadaan yang lain. Sifat
rohani dari Taurat itu membuat mungkin menerimanya kedalam kehidupan Kristen.
2. Kristus
Adalah Tujuan Hukum Taurat
Taurat mengarah kepada Kristus. “Sebab
Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap
orang yang percaya”, Roma 10:4. Jhonny
Thia ( Tafsiran Matthew Hendry )
memaparkan “ hukum Taurat
dirancang untuk memimpin
orang-orang kepada Kristus. Hukum moral untuk mencari yang terluka,
sedangkan hukum upacara merupakan
bayangan dari obat yang ditawarkan, dan Kristus merupakan penggenapan.senada
yang disampaikan warren W, “ Yesus memenuhi nubuatan, perlambang, dan
tuntutan-tuntutan kitab Musa. Hokum itu berakhir di Kalvari ketika pengorbanan
yang sempurna diberikan.”
Adalah
penting untuk menentukan dalam arti yang bagaimana Paulus memakai istilah telos
(kegenapan) ‘ Paulus menggungkapkan Bahwa Kristus Menggenapi maksud hukum
Taurat.
Arti biasanya ialah penghentian, dan segera muncul pertanyaan, dalam arti yang
bagaimana Paulus mengganggap bahwa Taurat dicabut dalam Kristus. Kuncinya
terdapat pada kata-kata eis dikaiousunen
(har. ‘kepada kebenaran; TB “sehingga kebenaran diperoleh”). Teles menurut Manfred T. Brauch “ kata
kegenapan (Teles) dapat menunjukkan tujuan “, “hasil” yang kita tuju atau “
Akhir”, “pemberhentian”. Ini
lagi-lagi memperlihatkan bahwa Taurat dicabut berkenaan dengan kewajiban yang
harus dilakukan demi memperoleh keselamatan, tetapi bukan berkenaan dengan
fungsinya sebagai ukuran dengan nama Allah akan menghakimi manusia.
Dalam
Roma 10 bukan fungsi dan kedudukan Taurat yang oleh kasih, yang bisa lebih ketat
daripada suatu perjanjian legal, tetapi yang didorong oleh suatu desakan yang
lebih kuat pula.
Jadi Roma 10:4 meringkaskan “
ternyata setiap bagian dalam hokum Taurat menuju pada Kristus. Tanpa mengakui
Kristus tidak mungkin orang memperoleh pengertian yang tepat mengenai kehendak
Allah, tanpa mengakui Kristus yang merupakan tujuan hokum Taurat, hidup
beragama yang taat sekalipun akan sia-sia.”
3. Hukum
Taurat Tidak Menghalang Menerima Keslamatan.
Orang Kristen wajib menjunjung
tinggi hukum Taurat. Paulus membuat hal ini sangat jelas dalam Roma 3:31,
dimana ia menolak pandangan bahwa iman membatalkan hukum Taurat. Dalam arti
yang ia memaksudkan bahwa kita
menjunjung tinggi hukum Taurat, yaitu
Kristus dalam memenuhi tuntutan-tuntutan Taurat tentang kurban atas nama
umatNya, telah menggenapi Taurat, maka dalam arti itu Taurat telah dijunjung
tinggi.
Dengan
cara yang serupa, orang percaya
menjunjung tinggi hukum Taurat lewat persatuannya dengan Kristus. Jadi, dalam
arti tertentu Taurat bersifat batiniah. Ia tidak lagi melulu terdiri dari
tuntutan lahiriah, melainkan menuntut keselarasan batiniah kepada orang itu yang
telah menggenapi secara sempurna, baik tuntutan-tuntutan moral maupun mengenai
upacara. Orang percaya telah menjadi tunduk kepada hukum Kristus .
Dalam Roma Pasal 9:30-33,
terkhusus ayat 32, Paulus memberitahukan tentang Israel yang tidak dapat
pembenaran karena konsep yang mereka
pahami, tentang melakukan Taurat mereka dapat pembenaran. Seandainya Israel
mengejar pembenaran melalui imann dan hidup dalam iman itu, lalu menjalankan
Taurat, itu bukanlah sandungan bagi mereka, karena Taurat tidak
pernah menghalangi orang menerima keslamatan dari Allah.
Paulus terus hidup dalam perintah
dalam melanyani dan mengabarkan Injil. Ia memelihara perintah-perintah hukum Taurat,
bukan karena takut akan akibat buruk kalau ia melanggarnya, melainkan karena
keinginannya yang sungguh-sungguh untuk menyelaraskan diri kepada pikiran
Kristus. tetapi ini tidak berarti mendekati tuntunan Taurat secara legalistis.
Misalnya Paulus boleh mengubah hukum Musa tentang hari Sabat. “Dalam surat-surat Paulus tak ada sesuatu
yang menyarankan bahwa ia berbeda dari Yesus dalam pandangannya bahwa hukum
Taurat bersifat mengikat. Memang, pandangan Paulus tentang Taurat yang dapat
disebut dibebaskan itu, pasti berasal dari Yesus.
BAB
IV
KESIMPULAN
Kritik Paulus tentang pemahaman hukum
Taurat dalam pemahaman Yudaisme sangat tajam, ia ingin memberitahu ke semua
orang, khususnya orang sebangsanya bahwa apa yang dipahami selama ini adalah
salah dalam memandang Taurat. Karena itu ia sendiri telah menyimpulkan tentang
Taurat menurut Kitab Roma:
1.
Hukum Taurat tidak pernah membenarkan
manusia, sekalipun manusia itu setaat mungkin, tetaplah tidak dapat
membenarkannya, karena hanya kasih karunia Allah saja manusia dibenarkan karena
iman, dan itu tidak dapat digeser oleh doktrin manapun.
2.
Hukum Taurat adalah hukum dari Allah
untuk bangsa Israel, sebagai pendisiplinan dan tata cara dalam hubungan antara
Bangsa Israel dengan Tuhan dalam PL, dan hukum itu berujung pada penggenapannya
yaitu Yesus Kristus.
3.
Sekalalipun hukum Taurat bukan penghalang
keslamatan, tetapi hukum Taurat tidak
dapat menyelamatkan, karena hanya oleh
iman dalam Yesus Kristus orang dibenarkan dan dislamatkan.
Dalam penulisannya di kitab Roma,
Paulus ingin supaya semua memahami bahwa karya penyelamatan Allah dalam
Kristus, itulah yang berlaku bagi seluruh umat manusia, baik Yahudi maupun non
Yahudi, dan bukan karena melakukan hukum Taurat.
Harris,
et als, Theological
Wordbook of the OT
0910.0 ) יָרָהy¹râ( throw, cast, shoot )Qal(; teach )Hiphil(. )ASV, RSV Similar.)
Greek , Bible Works 10,
[Fri] νόμος, ου, ὁ with a basic
meaning law, i.e. what is
assigned or proper; (1) generally, any law
in the judicial sphere (RO 7.1); (2) as rule governing one's conduct principle, law (RO 7.23); (3) more
specifically in the NT of the Mosaic system of legislation as revealing the
divine will (the Torah) law (of Moses)
(LU 2.22); in an expanded sense, Jewish religious laws developed from
the Mosaic law (Jewish) law (JN
18.31; AC 23.29); (4) as the collection of writings considered sacred by the
Jews; (a) in a narrower sense, the Pentateuch, the first five books of the Bible,
as comprising the law (MT 12.5;
GA 3.10b); (b) in a wider sense, the Old Testament Scriptures as a whole (MT
5.18; RO 3.19); (5) figuratively, as the Christian gospel, the new covenant, as
furnishing a new principle to govern spiritual life law (RO 8.2a; HE 10.16)
δικαιοσύνη (1) righteousness,
uprightness, generally denoting the characteristics of δίκαιος (righteous,
just) (MT 5.6); (2) legally justice,
uprightness, righteousness (PH 3.6); (3) as an attribute of God righteousness, integrity (RO 3.5);
(4) of the right behavior that God requires of persons righteousness, good behavior, uprightness (MT 5.20), opposite ἀδικία (unrighteousness,
wrongdoing); (5) in Pauline thought of the divine action by which God
puts a person right with himself and which then becomes a dynamic power in the
believer's life making right(eous);
state of having been made righteous (RO 1.17) , Friberg, Analytical Greek Lexicon