Family

Family

Wednesday, December 5, 2018

NATAL " haruskah tanggal 25 Des?

          Sebuah artikel membahas tentang " merayakan Natal di haruskan tgl 25 Desember" dan dalam penjelasan artikel itu di khususkan untuk umat/agama/denominasi yg sesuai pemahamannya. Dengan penjelasan bahwa kata perayaan itu tepat digunakan Saat dan setelah lahir.
         Saya tertarik menanggapi lewat tulisan karena salahsatu isu yang sedang dibicarakan belakangan ini adalah statemen tersebut, dan bahkan menjadi perdebatan di media sosial yg pada dasarnya TDK perlu dipermasalahkan. Toh itu himbauan internal, hanya khusus umat Katolik .
           Bagi rekan seiman di dalam Yesus Kristus Tuhan kita, dasar pemahaman yg berbeda karena agama yg berbeda adalah hal yg wajar, karna kalau sama maka berarti seasas, sama, satu tiang , satu bendera.
Apa yg disampaikan pastor tersebul dalam artikel itu pada dasarnya sangat benar adanya, maksud saya tentang penempatan kata perayaan. Dan karena itu, setiap tahunnya umat merayakan Natal, entah dimulai bulan November, bahkan Januari , karena Yesus sudah lahir 2000 lebih tahun yang lalu, dan umat terus merayakan Natal dari tahun ke tahun. Bukan tiap tahun Yesus lahir sehingga stasemen diharuskan tgl 25 Des..tetapi satu kali Ia lahir, dan berita itu sangat besar, dan dikumandangkan di setiap gereja Tuhan.

         Yang lebih menarik dalam komentar artikel tersebut adalah,  ada yg melemparkan kesamping untuk menganalogikan tentang hari ulang tahun seseorang yg selalu di rayakan pada tanggal yg pas, ...
Sebenarnya ini terlihat ingin membenarkannya pandangannya, sehingga MENYAMAKAN peristiwa, tanpa melihat siapa dan bagaimana , kasus dan teks pembahasan.

Tanpa mengganggu pemahaman dari denominasi, saya hanya memberikan sudut pandang yg lebih luas, untuk kenyamanan untuk semua umat dalam merayakan hari Kelahiran TUHAN YESUS.

Krisallati Salupuk

Tuesday, December 4, 2018

BAP 2:PANDANGAN TENTANG PENDERITAAN.

BAB  II
PANDANGAN MANUSIA DALAM MEMAHAMI PENDERITAAN

           Seiring berkembangnya waktu, kepercayaan yang di anut manusia semakin banyak. Masing-masing kepercayaan membawa pemahamannya sesuai dengan doktrin yang diyakini sebagai sesuatu kebenaran, sehingga hal tersebut menghasilkan pemahaman suatu kebenaran/doktrin yang saling bertentangan.
Salah satu doktrin yang sangat menarik dan penting untuk dibahas adalah tentang penderitaan. Dikatakan menarik karena penderitaan hadir dalam setiap kehidupan anak manusia. Ketika bicara penderitaan, ada hal-hal yang masih merupakan misteri, mengapa orang menderita, darimana, dan untuk apa penderitaan itu datang.

Definisi Penderitaan

Sebelum membahas lebih lanjut, penulis akan menguraikan lebih dahulu tentang definisi penderitaan. Penderitaan merupakan kata majemuk berasal dari akar kata derita, dari bahasa sansekerta  yang artinya menanggung. Dalam bahasa Indonesia, derita adalah “sesuatu yang menyusahkan yang ditanggung di dalam hati (seperti kesengsaraan,penyakit)” atau menderita, yaitu” menanggung sesuatu yang tidak menyenangkan.”  Jadi penderitaan adalah sesuatu yang tidak menyenangkan, dan menyusahkan, ditanggung dalam hati, baik kesengsaraan, penyakit, serta pergumulan
hidup lainnya.
Dari bahasa asli ( Ibrani ), kata penderitaan berasal dari  “baeÞK(k’eb),keh-abe ; yang memiliki arti derita atau penderitaan, dukacita ( berdukacita ), sedih.”  Contohnya dalam Kitab Ayub pasal 2:13, pada kalimat terakhir, menggambarkan bahwa penderitaan yang dialami Ayub terlihat  sangat (teramat) berat sekali.
Agar didapatkan gambaran penderitaan yang kompherensif, penulis akan menggali pandangan umum dan kristiani tentang penderitaan.

Pandangan Manusia Secara Umum

Untuk mengenal pandangan penderitaan secara umum, Penulis akan mempaparkan beberapa pandangan tentang  doktrin penderitaan dari berbagai alirankepercayaan, yaitu dari Animisme, Budha, Hindu, Islam dan Khatolik.

Animisme

Animisme adalah agama suku, yang percaya pada kepercayaan nenek moyang atau leluhurnya. Don Richardson, sebagaimana yang dikutip oleh John Culver dalam diktat Agama dan Keagamaan Bagian 1, mengatakan: “pada umumnya mereka percaya bahwa Allah yang maha tinggi ini sedemikian besar dan mulia, sehingga tidak mendiami kuil, dan tidak bisa digambarkan atau di wujudkan dalam bentuk berhala “.  Kata Animisme sendiri bermula dari pemahaman tentang:
Alam nyata (nature) adalah suatu yang dinamik (hidup) dan bukan mekanistik (benda mati). Alam nyata dan semesta berdenyut, berdebar-debar  dengan “Hidup,” namun bukan hidup yang persis sama dengan hidup kemanusiaan. Alam yang nyata ini terselubung di dalam alam yang tidak nyata. Namun alam tidak nyata tidak hanya memanfaatkan atau bertindak di dalam  alam tidak nyata (nature) ini. Dalam satu pengertian keduanya sama dan satu, dalam satu pengertian yang lain tidak satu. Pemahaman ini disebut “animisme” oleh para ahli antropologi.

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya animisme percaya benda mati itu bukan sebagai benda yang mati, melainkan hidup dalam kesatuannya dengan alam. “Semua aliran agama di atur oleh hukum,”  menurut agama suku atau animisme, peradilan melalui penyiksaan atau ujian. Selain itu, kutukan dari ilahi adalah akibat dari sebuah kesalahan. Jon Culver mengatakan; “bentuk dari ujian (trial dy Ordeal) berbeda-beda tergantung pada suku yang melaksanakannya.”  Jadi menurut Animisme, ujian yang membawa penderitaan, dan penderitaan  ada karena satu konsekuensi dari kesalahan, bisa lewat adat, maupun kutuk dari dewa.

Budha

Keyakinan yang dianut oleh pengikut Budha hanya sebuah filosofi kehidupan yang mengajarkan kebaikan kepada para pengikutnya.Pengajaran yang utama dalam agama Budha yaitu Dharma.
Dharma atau yang disebut juga Dhamma adalah ajaran Buddha, yang merupakan kebenaran mutlak atau doktrin agama Buddha yang dikenal dengan empat kebenaran mulia, yaitu: Dukha (Dukha), Dukha Samudaya, Dukha Nirodha, Dukkha Nirodha Gamini Patipada Magga (Dukha Marga) atau yang sering disebut dengan Jalan Utama Berunsur Delapan.

1. Dukha (Dukha)

Wikipedia menguraikan Dukha sebagai berikut:
Berbagai bentuk penderitaan yang ada di dunia ini dapat dirangkum ke dalam tiga bagianutama atau kategori, yaitu:
I. Penderitaan Biasa (Dukkha-Dukkha), misalnya sakit flu, sakit perut, sakit gigi, dan sebagainya. 2. Penderitaan karena Perubahan (Viparinama-Dukkha), misalnyaberpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, tidak tercapai apa yang diinginkan, sedih, ratap tangis, putus asa, dan sebagainya. 3. Penderitaan karena memiliki Badan Jasmani (Sankhara-Dukkha), yaitupenderitaan karena kita lahir sebagai manusia, sehingga bisa mengalami sakit flu,sakit gigi, sedih, kecewa, dan sebagainya.

Dari penguraian di atas dapatlah dipahami bahwa dukha (dukha) merupakan penderitaan yang dialami semua manusia, baik tua maupun muda dalam segala aspek kehidupan yang ditemui di lapangan. Jadi kesimpulannya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia ini adalah penderitaan.

2. Dukha Samudaya

Harun Hadiwijono dalam bukunya Agama Hindu dan Buddha   menjelaskan tentang dukha samudaya, bahwa:
Yang dimaksud dengan samudaya adalah sebab. Penderitaan ada sebabnya. Yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah keinginan pada hidup, dengan disertai nafsu yang mencari kepuasan di sana-sini, yaitu kehausan pada kesenangan, kehausan pada yang ada, kehausan pada kekuasaan.

Dalam pengertian dukha samudaya seperti yang dijelaskan di atas, maka dapat dipahami
bahwa sesungguhnya segala yang diderita oleh manusia adalah merupakan sebab dari keinginan manusia itu sendiri dalam menapaki hidup, karena disebutkan bahwa ada sebab maka penderitaan tak dapat diketahui awal dan akhirnya. Jadi kesimpulannya adalah ada penderitaan pasti ada sebab.

3. Dukha Nirodha

To Thi Anh dalam bukunya Nilai Budaya Timur dan Barat menjelaskan tentang Dukha Nirodha:
Sekarang, o bhiku, inilah kebenaran mulia tentang melenyapkan penderitaan.Sesungguhnya, melenyapkan itu berarti menghapuskan keinginan secara sempurna, membuang keinginan itu, menyangkalinya, memisahkannya dari diri dan tidak memberikan tempat baginya.

Pernyataan di atas jelas mengajarkan kepada seluruh manusia agar menghilangkan segala keinginan dan hawa nafsu dan tidak memberikan peluang atau tempat bagi keinginan itu di dalam hati setiap manusia, dengan jalan demikian penderitaan dapat dilenyapkan atau dihilangkan dari diri setiap manusia.

4. Dukha Marga

Dukha Marga atau yang juga disebut Dukkha Nirodha Gamini Patipada Magga (Jalan Utama Berunsur Delapan) adalah merupakan akhir dari dukha. Abu Ahmadi dalam bukunya Perbandingan Agama memaparkan tentang Jalan Utama Berunsur Delapan.
Cara untuk dapat melenyapkan penderitaan itu hanya dengan menjalani delapan jalan kebenaran yang diberikan oleh Buddha yaitu:
1. berpandangan benar, 2. berniat benar, 3. berbicara benar,4. berbuat benar
5. berpenghidupan benar, 6. berusaha benar, 7. berperhatian benar,
8. memusatkan fikiran dengan benar.
Pelepasan dari penderitaan hanya dapat dicapai jika orang yakin akan empat kenyataan tersebut. Tak perlu mencari pandangan yang bersifat dalam, tak berguna lagi orang bertapa, tak perlu mempelajari buku2  Veda, Brahmana dan Upanisyat. Yang harus dijalankan hanya delapan petunjuk yang diberikan oleh Buddha.

Dari penguraian di atas, jelaslah bahwa segala bentuk dukkha hanya dapat dilepaskan atau dihilangkan dengan mengikuti delapan jalan yang ditunjukkan oleh Buddha. Dengan kata lain, buku-buku Veda, Brahmana dan Upanisyat  tidaklah terlalu penting dibanding dengan Jalan Utama Berunsur Delapan yang diajarkan oleh Buddha dalam realita kehidupan.

Hindu

           Hindu adalah salah satu agama tertua yang dianut umat manusia. “Negara yang mayoritas agamanya Hindu adalah India.Dimana penganutnya mencapai 78,8%  dari jumlah penduduk. Dalam agama Hindu  dibagi dalam tiga kelompok utama, yakni kelompok Wisnu, kelompok Syiwa, dan kelompok Shakti.”
Salah satu hal yang penting bagi orang-orang Hindu adalah kasta, untuk membedakan kekhastaan tingkat dalam kehidupannya. David W. shenk dalam bukunya yang berjudul Ilah Ilah Global mengatakan :
Kasta-kasta tersebut dikenal dengan varna, yang berarti warna. Orang-orang Arya menguasai kasta-kasta kelas atas dan orang-orang Dravidia menguasai kasta-kasta yang lebih rendah. Empat prinsip kasta berkembang: (1) Brahma, kasta iman; (2) Ksatria, kasta prajurit dan penguasa, (3) Waisya, kasta pedangang; (4) Sudra, kasta petani. Orang-orang yang tersisih bisa dianggap sebagai kasta utama kelima.Sistim kasta ini akhirnya menjadi tembok yang melarang perkawinan lintas budaya.
Melihat kasta -kasta di atas, yang dibagi sesuai golongan keberadaan, maka kasta ke empat (Sudra), sebab itu sudra adalah golongan jelata, yang merasa menderita. Sesuai dengan kepercayaan Hindu, semua penderitaan itu disebabkan karena inkarnasi dari masa lalu yang tidak baik.

           Hindu mempunyai istilah paham  kepercayaan yang disebut karma, atau disebut akibat perbuatan, Harun Hadiwijono mengatakan:
Pada dasarnya ajaran ini mengajarkan, bahwa barangsiapa yang berbuat baik ia akan menuai yang baik, akan tetapi barangsiapa yang berbuat jahat, ia akan menuai hukumnya. Nasib manusia tergantung pada perbuatannya, kepada karmanya.Manusia adalah ciptaannya sendiri. Didalam Kitab Upanisad dikatakan, bahwa sesuai dengan seseorang berbuat, sesuai dengan seseorang berkelakuan, demikianlah ia menjadi. Yang melakukan baik menjadi baik, yang melakukan jahat menjadi jahat.Segala sesuatu ditaklukkan kepada karma, baik manusia maupun dewa, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Bahkan karma juga menguasai hidup yang telah lalu dan yang akan datang.

           Dengan demikian, uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa sebuah penderitaan, adalah hasil dari apa yang sudah dilakukan (karma), namun jika sistim kasta dapat dibangun dengan baik, maka Karma menentukan kasta seseorang pada kehidupan yang akan datang (inkarnasi).

Islam

Muhammad adalah pendiri agama Islam,  lahir sekitar tahun 570 M.”  . David  W. Shenk berkata : zaman Islam tidak dimulai dengan kelahiran Muhammad, awal pewahyuan atau kematiannya. Hijrahlah yang menandai permulaan zaman islam. Hijrah merupakan peristiwa yang memiliki makna teologis menentukan.Hijrah  memberikan orang muslim solusi terhadap teka-teki penderitaan yang tidak adil: Allah menyelamatkan sang nabi dari musuh-musuhnya.

Jadi sejarah munculnya agama islam, dilihat dari hijrahnya sang nabi, yang dianggap memiliki makna tersendiri dalam teologia Islam.
Ide penderitaan dalam Islam didasarkan pada gagasan fundamental dari ketidaksempurnaan hidup manusia. “Sesungguhnya, kami telah menciptakan manusia dalam kehidupan rasa sakit, kerja keras dan percobaan (Quran 90:4).”  Manusia yang beriman pada Tuhan akan diuji. Ujian dalam bentuk bencana dan kemalangan, sehingga takdir merupakan bagian pemahaman dari Islam. Hal tersebut dapat dibaca dengan jelas dalam Al-Insan : ”Dan kamu tidak  menghendaki ( menempu jalan itu ), kecuali bila dikehendaki Allah” .
Harun Hadiwijono, dalam buku Iman Kristen, mengatakan:Agama islam percaya kepada takdir, berdasarkan Hadiz nabi yang mengatakan, bahwa atas pertanyaan Jibril nabi Muhammad berkata: “Hendaklah engkau iman terhadap Allah, para malaikatnya, para rasulNya, hari kiamat dan hendaklah engkau beriman akan qatar, ketentuan baik dan buruk.
Demikian juga Yusuf Qardhawi dalam bukunya mengatakan:
Jadi manusia itu berkemauan , karena Allah menghendakinya untuk berkemauan. Inilah makna dari ‘ Laa Haulaa Quwwata Illa billa. Atau bahwa manusia itu tidak mempunyai daya dan kekuatan untuk mengambil manfaat dan menolak bahaya, tetapi daya dan kekuatannya itu bukan dari dan dengan dirinya sendiri, namun dengan dan dari Allah.
Dari konsep di atas jelaslah bahwa segala keputusan dan pilihan, atau semua yang terjadi pada manusia adalah dari Allah, termasuk penderitan datangnya dari Allah. Sehingga penderitaan  adalah Takdir, ditentukan dan ditetapkan oleh Allah, sekalipun itu pilihan, tetapi pilihan itu sendiri dari Allah. Demikian juga, Purwanto dalam diktat Sosiologi agama mengatakan:
Kalau dunia beserta isinya, dan demikian pula setiap langkah manusia sudah ditentukan sebagaimana nasibnya, maka tiap kesalahan dan kejahatan adalah di luar tanggung jawab manusia. Ia hanyalah berjalan di atas garis yang sudah di  bentangkan oleh Ilahi. Dengan demikian maka setiap ikthiar manusia sia-sia belaka dan tak ada sedikitpun usaha yang diperlukan.
Dari beberapa uraian di atas, jelaslah bahwa menurut orang menderita karena takdir yang sudah ditentukan, sehingga manusia tak bisa mengelaknya. Abdul Qodir Abu Faris dalam bukunya yang berjudul ‘Ujian,Cobaan, Fitnah, Dalam Da’wah, Mengatakan: “Allah Subhanahuwa Ta’ala telah menguji Nabi Ayyub Alaihissalam dengan cobaan lewat anggota badannya, kehilangan anak, harta dan istri.” Dari pernyataan ini, penulis dapat memahami bahwa menurut Islam penderitaan ada karena adanya pencobaan dari Tuhan.

Khatolik

Menurut pandangan Khatolik, penderitaan ada karena suatu deretan peristiwa, yang dimulai dari jatuhnya Adam dan Hawa ke dalam dosa. Kemudian Manusia berkembang namun tetap merupakan satu kesatuan karena asal yang sama, dimana Allah telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia dari satu orang (bandk Kis. 17:26), sehingga dosa teradopsi dari Adam dan Hawa.
Menurut  Alfred B. Jogo Ena, dalam tulisannya berjudul “Manusia menurut Pandangan Khatolik:
penderitaan manusia, lebih dari sekedar sebagai persoalan teodicea, adalah dasar bagi hubungan personal manusia dengan Allah. Sebab ia memiliki dimensi etis eskatologis dalam pengertian penderitaan manusia adalah catatan kaki dari penderitaanKristus. Sebagai catatan kaki berarti penderitaan manusia berpartisipasi secara aktif dalam penderitaan Kristus di Salib dan justru karena itu penderitaannya diangkat kepada tataran ilahi yakni kebangkitan.

Jadi  untuk memulihkan tanggung jawab yang telah dilanggar oleh manusia, Allah mengkomunikasikan diri-Nya kepada manusia dalam diri Yesus Kristus. Dan penderitaan manusia adalah sebuah peran yang akan dimainkan, tanda manusia ikut dalam penderitaan Yesus Kristus.
Alfred B. Jogo Ena, dalam buku yang sama mengatakan:
Pengangkatan penderitaan manusia kepada tataran ilahi ini dimungkinkan karena penderitaan Kristus adalah peristiwa antisipatif terhadap sejarah penderitaan manusia di dunia dalam segala zaman. Penderitaan Kristus adalah peristiwa historis antisipatif, ini sama artinya dengan mengatakan bahwa penderitaan manusia partisipatif dalam penderitaan Kristus. Sebab jika penderitaan manusia dapat dilihat secara terpisah dari penderitaan Kristus atau tidak memiliki rujukan eskatologis, maka bukan saja bahasa profetis liberatif yang akan menemukan jalan buntu mengangkat penderitaan manusia kepada tataran ilahi, tetapi juga bahwa warta tentang keselamatan yakni kebangkitan Kristus, akan merupakan skandal bagi orang-orang yang menderita.

Jadi  penderitaan manusia itu memuncak dalam penderitaan Kristus yang mengandung nilai eskatologis demi penebusan manusia. Penebusan itu sendiri terjadi sebagai buah komunikasi personal manusia yang solider dengan penderitaan Kristus.

Pandangan KristenTentang Penderitaan

Pandangan tentang penderitaan yang sudah penulis jelaskan di atas, adalah berdasarkan doktrin umum dari berbagai agama. Dengan adanya pandangan umum tersebut maka penulis akan meneliti penderitaan ditinjau dari sudut pandangan teologia atau perfektif  iman kristen.
Berikut ini, penulis akan menguraikan doktrin penderitaan dalam iman Kristen, dimana pandangan ini akan diwakili oleh doktrin Armenian dan Calvinis, karena kedua pandangan tersebut memiliki perbedaan dalam berbagai doktrin.

Arminian

“Arminianisme merupakan satu istilah yang digunakan untuk menjabarkan pandangan teologis dari Jacobus Arminius (1560-1609 ), dan gerakan yang mengikuti pengajarannya. Dari pandangannyalah akhirnya dikenal “Teologi Arminian.”
Tokoh-tokoh teologi Arminian kurang membahas penderitaan dalam buku-buku yang diterbitkan, seakan-akan penderitaan bukanlah sesuatu hal yang perlu untuk dibahas. Hal yang perlu diketahui bahwa sekalipun Arminian mengajarkan doktrin dosa asal yang mempengaruhi kehidupan manusia, “tetapi ini tidak berarti suatu imputasi dosa legal.  GotQuestiuns?Org memaparkan pengertian amputasi sebagai berikut:
Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan diimputasikan berarti mengambil sesuatu dari orang lain dan memperhitungkan itu kepada orang lainnya lagi. Sebelum hukum Musa memberikan, dosa tidak diperhitungkan kepada manusia sekalipun manusia tetap berdosa karena dosa warisan. Setelah hukum taurat diberikan, dosa-dosa yang melanggar hukum taurat diimputasikan (diperhitungkan) kepada manusia (Roma 5:13).
jadi bisa dikatakan hukuman atau yang disebut konsekuensi berasal dari diri sendiri, sudah pasti termasuk penderitaan. Doktrin keslamatan Armenian mengajarkan Yesus datang untuk semua orang, tetapi orang percaya dapat berpaling dari anugrah dan kehilangan keslamatan.
Paul Enns dalam“ Buku Pegangan Teologia” mengatakan:
Mereka yang bekerja sama di dalam Kristus dengan iman yang benar, dan mengambil bagian dalam Roh yang memberikan kehidupan, memiliki kuasa penuh untuk berjuang melawan setan,dosa, dunia dan kedagingan mereka sendiri, dan mendapatkan kemenangan; telah dipahami dengan baik bahwa itu melalui pertolongan Roh Kudus; dan bahwa Yesus Kristus menolong mereka melalui Roh Kudus-Nya dalam semua pencobaan, dengan mengulurkan tangan-Nya, dan hanya apabila mereka siap untuk konflik itu, dan berkeinginan menerima pertolongan, tidak pasif tetapi aktif, maka mereka tidak akan jatuh.
Dalam artikel kelima” ketekunan bersyarat” , adalah “ penderitaan atau masalah-masalah hidup, yang yang dipaparkan diatas sebagai pencobaan,  baik dari setan, yang bisa saja membuat orang berpaling dari Kristus dan kehilangan keselamat. Agar manusia tetap selamat dan tinggal dalam anugrah Allah, maka manusia harus tetap hidup dalam kekudusan. Oleh sebab itu kekudusan hidup adalah senjata utama agar manusia tetap dalam anugrah Allah.

Calvinis

Berbicara tentang Calvinisme atau aliran Calvinis, dengan sendirinya harus berbicara tentang Johanis Calvin atau Jean Cauvin (1509-1564). Tokoh reformasi yang tidak kalah pengaruhnya dari Martin Lhuther.Calvin “lahir di Noyon, Prancis utara, pada 10 Juli 1509.”
Doktrin tentang penderitaan di aliran Calvinis tidak terlalu mendapatkan sorotan. Sekalipun demikian, dalam gereja Calvinis ada perkunjungan pada jemaat yang berada dalam penderitaan, baik sakit, duka cita, juga masalah kehidupan lainnya.

Th. Van Den End dalam bukunya yang berjudul “ Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme” mengatakan:
Para pelayan, wajib mengunjungi orang-orang sakit, dan menghibur mereka dengan Firman Tuhan seraya mengungkapkan kepada mereka bahwa seluruh penderitaan dan sengsara mereka datang dari tangan Allah dan dari pemeliharaannya yang baik, dan bahwa apa saja yang didatangkan-Nya atas orang-orang percaya milik-Nya harus berguna bagi kesejahteraan dan keslamatan mereka.
Dari pernyataan di atas, Gereja Calvinis menganggap bahwa penderitaan yang di alami oleh orang percaya itu datangnya dari Allah. Dimana Allah berotoritas dalam kehidupan manusia, dan Allah punya cara memelihara umat-Nya.
Dalam pengakuan iman Gereja ( Calvinis ) Perancis, di buku yang sama “Enam Belas Dasar Calvinisme, Pasal VIII bagian c dan d, tentang pemeliharaan Allah, :
Sebab kehendak-Nya merupakan patokan  berdaulat dan tidak mungkin bersalah untuk segala kebenaran dan keadilan, akan tetapi Dia memiliki sarana-sarana yang mengagumkan untuk memperalat iblis dan orang jahat sedemikian rupa, sehingga Dia tahu mengubah kejahatan yang mereka lakukan, dan yang menjadi kesalahan mereka, menjadi kebaikan.
Gereja Calvinisme, menekankan tentang segala sesuatu yang terjadi berpusat pada Allah yang berdaulat, dan yang mengijinkan penderitaan terjadi (sekalipun oleh perbuatan iblis) di mana penderitaan Allah izinkan.
Jadi pada dasarnya teologi Calvinis memandang penderitaan adalah sesuatu yang penting dan harus di pahami oleh setiap umat percaya, hal itu dapat dilihat dari implementasi gereja-gereja aliran Calvinis yang memperhatikan keadaan jemaat, dan menetapkan dalam gereja sebagai pengakuan. Pengakuan tersebut dibuat supaya umat memahami konsep penderitaan, dan mampu menghadapi persoalan hidup.

KARYA ILMIAH
SKRIPSI Krisallati.

Monday, December 3, 2018

BAB 3: KAJIAN PENDERITAAN AYUB (hasil dari ketekunan Ayub)

Berkat Yang Diperoleh Oleh Ayub Selama Mengalami Penderitaan

           TUHAN mengizinkan penderitaan datang kepada Ayub, dengan maksud dan tujuan-Nya. Dan ketika maksud dan tujuan-Nya tercapai, dengan melihat ketekunan Ayub dalam penderitaan, Allah juga menyediakan sukacita bagi Ayub.

          Allah Memulihkan Nama Baik Ayub (42:7-8) dalam proses penderitaan Ayub, ketiga sahabatnya, yang datang untuk menyatakan belasungkawa, serta ingin memberi penghiburan untuk Ayub, pada akhirnya mengklaim Ayub telah bersalah sehingga menderita. Klaim Elifas dan teman-temannya : psl 5:17-18, 15:5-6, 15:12, 18:2, 20:5-29, 22:1-9,  kesimpulan, semakin besar kesalahan, semakin berat dan lama penderitaan. Jadi Ayub dinyatakan telah berdosa sehingga Allah menghukumnya.
          Allah memulihkan nama Ayub, yang telah dirusak oleh teman-temannya. Dengan sebuah peringatan, Allah mendatangi Elifas dan mengatakan:
murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap dua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub. Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan, dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, karna hanya permintaannyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.

          Pemulihan Ayub dimulai dariAllah yang membersihkan nama Ayub yang telah dicemarkan oleh Elifas, Sofar dan Bildab. Pemulihan nama Ayub inipun sebagai jawaban bagi ketiga teman Ayub, bahwa tuduhan yang diberikan kepada Ayub, tidak benar.

Allah Memulihkan Kesehatan Ayub (42:10)

          Setelah melewati perjalanan penderitaan, dan Allah telah memulihkan nama Ayub di depan sahabat-sahabatnya,Allah kemudian memulihkan kesehatan Ayub. Pada ayat 10a: “Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub setelah meminta doa untuk sahabat-sahabatnya (Psl 42). Tuhan melepaskan Ayub dari penderitaannya dengan memulai dari kesehatanter lebih dahulu. Berbeda dengan cara datangnya penderitaan itu dan dengan urutan yang berlawanan. Tuhan tidak memulai pemulihan dari kekayaan Ayub, tetapi tubuh Ayub dari penyakit terlebih dahulu.
           Pemulihan ini terjadi setelah Ayub menyatakan kesalahan dan mengakui kebesaran TUHAN. Kesalahan yang dimaksud adalah “pengertian Ayub yang salah tentang jauhnya Allah merupakan kejahatan pertama yang diperbaiki, sehingga menyesalinya dan mengatakan: oleh sebab itu aku mencabut perkataannku, dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu (Psl 42).

              Allah Memberkati Kehidupan  Ayub (42:12)

          " ...,dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu, (13) juga mendapat tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan.  patut di ingat, Ayub tidak membangun imannya di atas harta kekayaan, saat-saat penderitaan ada, imannya tetap ada, saat harta benda bahkan anak-anaknya hilang, imannya tetap ada. Jika akhir kehidupan Ayub dibuat megah oleh Allah, itu karena penghargaan Allah sendiri di tengah kesalehan Ayub.  J. Sidlow Baxter dalam buku Menggali Isi Alkitab 2 mengatakan:”lihatlah bagaimana orang saleh yang menderita kehilangan bahagia itu akhirnya beroleh bahagia kembali.”
Perjalanan Ayub sebagai musafir dalam penderitaan berakhir dengan berkat yang berlipat ganda, dalam konteks ini, “Hidup Ayub dibentuk oleh Allah sebagai tanda nubuatan, yang pada akhirnya disediakan Tuhan” (bgd Yak 5:11) untuk memberikan semangat bagi orang benar, disaat-saat menghadapi penderitaan.

Allah Mengaruniakan Anak-Anak Bagi Ayub (42:13)

Kehilangan anak-anak adalah penderitaan yang memukul hidup Ayub, dukacita yang pernah dirasakan itu, digantikan oleh Allah dengan mengaruniakan anak-anak sebagai keturunan Ayub. Alkitab mengatakan: “diseluruh negeri tidak terdapat perempuan yang secantik anak-anak Ayub” (42:11). Alkitab memberitahukan bahwa Allah memberikan yang terbaik bagi Ayub sebagai ganti ketekunan Ayub dalam penderitaan.
Ayub kembali dikaruniakan tujuh anak laki-laki, dan tiga orang anak perempuan, melengkapi pemulihan dari Allah untuk Ayub. Dalam hal ini Allah nyatakan bahwa ketekunan seseorang, pada akhirnya mendapatkan kebahagiaan baginya, seperti yang dikatakan Firman Tuhan: “kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan” (Yakobus 5:11b).

Ayub Diberkati Dengan Umur Panjang(42:16)

Tidak diketahui, berapa jumlah usia Ayub sebelum mengalami penderitaan dan Alkitab juga tidak memberitahukan berapa lama Ayub hidup dalam penderitaan, tetapi setelah penderitaan berlalu, Ayub diberikan umur panjang, sehingga Ayub dapat melihat anak-anak dan cucu-cucunya sampai pada keturunan keempat ( psl 42:16).
Usia Ayub yang dianugrahkan Tuhan setelah penderitaan seratus empat puluh tahun lamanya.Jadi umur panjang Juga adalah bagian yang Allah sediakan atas ketekunan Ayub dalam penderitaannya kepada Tuhan.
Demikianlah Ayub, yang sebagai standar yang tepat untuk dijadikan teladan dalam menyikapi kehidupan. Clarence H. Benson dalam buku Pengantar Perjanjian Lama puisi dan nubuatan mengatakan:
teladan Ayub telah memberikan penghiburan dan keberanian kepada orang-orang yang menderita di sepanjang zaman. Tetapi yang paling banyak menderita  bukanlah Ayub, melainkan Yesus Kristus. Ialah jawaban untuk pertanyaan Ayub”kalau manusia mati, dapatkah ia hidup lagi?

Jadi manusia boleh belajar atas ketekunan dalam penderitaan Ayub, tetapi teladan yang sempurna bagi orang percaya dalam menghadapi penderitaan adalah Yesus Kristus.karena tidak ada yang menanggung penderitaan yang lebih besar dari Yesus.

Sunday, December 2, 2018

BAB 3: KAJIAN PENDERITAAN AYUB (sikap/langkah Ayub menghadapi penderitaan.

Langkah-Langkah Ayub Dalam Menghadapi Penderitaan

           Untuk melihat langkah-langkah Ayub, atau sikap Ayub dalam menghadapi penderitaan, penulis akan mempaparkan peristiwa yang terjadi yang menimpa Ayub. Tujuannya supaya memberikan gambaran, tentang bobot penderitaan Ayub, diperhadapkan dengan cara Ayub menghadapinya.

         Alkitab menceritakan sederetan peristiwa bencana besar yang menimpa Ayub, dalam psl 1:13-19: (13 )Pada suatu hari, ketika anak-anaknya yang lelaki dan yang perempuan makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung, ( 14 ) datanglah seorang pesuruh kepada Ayub dan berkata: "Sedang lembu sapi membajak dan keledai-keledai betina makan rumput di sebelahnya, ( 15 ) datanglah orang-orang Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan." (16) Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Api telah menyambar dari langit dan membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga-penjaga. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan."(17 )Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan." (18) Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Anak-anak tuan yang lelaki dan yang perempuan sedang makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung,( 19) maka tiba-tiba angin ribut bertiup dari seberang padang gurun; rumah itu dilandanya pada empat penjurunya dan roboh menimpa orang-orang muda itu, sehingga mereka mati. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan.

          Empat peristiwa di atas yang terjadi disaat yang hampir bersamaan dalam satu hari itu, karena Alkitab mencatat pada suatu hari. Dan setiap laporan, narator megatakan “ sementara orang itu bicara, datanglah orang lain dan berkata (  psl 1:16,17,18 ). Secara bertubi-tubi Ayub dilanda berita mengejutkan. Alkitab mengatakan sebagai berikut:
Ketika mereka memandang dari jauh, mereka tidak mengenalnya lagi.Lalu menangislah mereka dengan suara nyaring.Mereka mengoyak jubahnya, dan menaburkan debu di kepala terhadap langit.13 Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam.Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya.
Ayat ini mendeskripsikan bahwa pergumulan itu bukan pergumulan biasa.Teman-temannya yang datang untuk menghibur terkejut bukan kepalang. Alkitab mengatakan teman-teman Ayub  menangis dengan suara nyaring, dan tidak tega melihat penderitaan Ayub yang bukan main beratnya.
Penjelasan yang lebih dramatis mengenai respon teman-teman Ayub ini adalah semuanya diam selama tujuh hari tujuh  malam, dan  tak mampu berkata apa-apa melihat penderitaan Ayub karena penderitaan itu terlalu berat (2:13). Dari sini  dapat dilihat betapa beratnya dan sesaknya penderitaan yang ditanggung Ayub. Sekalipun demikian, Ayub menghadapinya dengan sikap yang mengagumkan, seperti yang penulis paparkan berikut ini.

Ayub Sujud Menyembah TUHAN (Psl 1:20)
Saat empat musibah hadir dalam kehidupannya, kembali penulis tekankan: di tengah kehidupannya yang takut akan Tuhan, Alkitab katakan: “maka berdirilah Ayub lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalannya, kemudian sujudlah ia dan menyembah (1:20-21).
Pada ayat 20, penulis paparkan dalam bahasa Ibrani:
20 ויקם איוב ויקרע את מעלו ויגז את ראשו ויפל ארצה 
וישתחו׃ 
21 ויאמר ערם יצתי מבטן אמי וערם אשוב שמה יהוה נתן ויהוה לקח יהי שם יהוה מברך׃ 

Ada empat kata kerja yaitu: Ayub berdiri:(wayyäqom ), mengoyakkan jubahnya (wayyiqra`), Ayub mencukur rambutnya (kepalanya)   (wayyägoz ´et-röšô), dan terakhir, ekspresi yang sangat luar biasa, Ayub sujud menyembah (wayyippöl ´arcâ wayyišTähû). Adalah respon Ayub atas berita yang didengar. Kata sujud  menyembah dalam bahasa Ibrani (wayyišTähû ) dari kata kerja Histafal ( Hitpael) vav/konsekutif imperfek 3 mj, dari kata yang diterjemahkan” sujud menyembah “   yaitu Ayub sujud menyembah, dan pesuruh-pesuruh yang melaporkan kejadian tersebut, ikut menyembah. (karena  3 mj). Kata kerja : yang mengawali kata sujud menyembah hanya diterjemahkan jatuh, yang maknanya Ayub menjatuhkan diri ke tanah (arcâ ) dari kata  (eres) dengan posisi bersujud.
Respon Ayub ini, dengan  mengoyak jubah, mencukur kepalannya, sujud dan menyembah adalah satu sikap yang paling bijaksana di tengah situasi dan kondisi yang tak pasti. Sekalipun Ayub dalam keadaan sock berat, dan tidak tahu maksud dari semua itu, Alkitab katakan “maka berdirilah Ayub, mengoyak jubahnya, sebagai tanda ekspresi kesedihan yang sangat dalam menurut tradisi dalam PL, kemudian mencukur rambutnya, denga cara yang bijak sesuai cara zaman kehidupan Perjanjian Lama.

Ayub Tetap Memuji TUHAN (Psl 1:21)

Bahkan setelah itu, pada ayat 21c  mengatakan “ terpujilah nama TUHAN,”  dalam bahasa Ibrani . Kata kerja Piel partisif aktif dari kata $rb(brk) yang artinya berkat, yang diterjemahkan KJV berarti secara literal Ayub mengatakan “ diberkatilah nama TUHAN.”
            Ayub mengatakan Terpujilah TUHAN setelah mengatakan TUHAN yang memberi,   TUHAN  yang mengambil (xq"+l' hw"ßhyw:).”  Kata yang dipakai disini mengunakan kata  xq"+l' (läqäH) dari kata kerja Qal perfek 3 mt, artinya Ia (TUHAN ) telah mengambil. Ayub mengatakan itu karena sebuah Falsafah dalam hidup Ayub, yaitu segala sesuatu yang ada pada dirinya diberikan oleh Tuhan, dan saat semua hilang, itu diambil oleh Tuhan sendiri.Sekalipun Ayub dalam pemahamannya tentang Tuhan tidak tepat, tetapi sampai ayat ini, dikatakan Ayub tidak berdosa (1:22).
Sikap Ayub saat menderita, bukan hanya mempertahankan sikap rohaninya, tetapi  bahkan  memuji Allah dalam kemalangannya itu. Sikap yang di ambil Ayub ini, satu sikap yang sulit untuk dilakukan dalam keadaan luka parah, memuji TUHAN saat berada di titik paling bawah.

Ayub Tetap Tekun Dalam Ketaatan Kepada Allah (Ayub 2:9)


          Alkitab mencatat tentang ketekunan Ayub dalam imannya, yaitu seperti pengakuan istrinya. Adapun perkataan istrinya sebagai berikut: “maka berkatalah istrinya kepadanya: “masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? “Kutukilah Allahmu dan matilah!”(Ayub 2:9). Salah satu kesimpulan sikap Ayub dalam kitab ini Dari awal sampai akhir, adalah Ayub mengajarkan tentang ketaatan kepada Allah sekalipun dalam penderitaan yang paling berat. Ayub tidak pernah meninggalkan Allah, Ayub hanya menyampaikan keluhan dan ketidakmengertiannya akan jalan-jalan Allah (psl 26-31). Ayub mengajarkan tentang ketaatan tak bersyarat, dan ketaatan mutlak kepada Allah.Hal inilah yang dimaksud dalam kitab Yakobus,:
Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan. Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan  Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.

           Kitab Yakobus lebih menekankan pada kata ketekunan Ayub, penilaian ini berdasarkan sikap Ayub yang taat sekalipun kondisi tidak mengharapkan Ayub taat, dan bertekun kepada Allah yang memberinya gelar yang disandangnya yaitu saleh (1:8), sebab itu wajarlah jika Allah memakai nabi Yehezkiel mengatakan tentang Ayub sebagai orang benar (Yehezkiel 14:13-14).
Penderitaan sering menggoda manusia dengan kuat untuk melepaskan pendirian iman dan prinsip kebenaran. Dari Ayub, orang belajar bahwa penderitaan tidak bisa dijadikan alasan atau dalih untuk menyimpang dari Allah.

Ayub Merendahkan Diri Dihadapan TUHAN (Psl 42:6)

Di perhadapkan pada tuduhan yang diberikan teman-temannya, bahwa Ayub pasti telah berdosa (18:1-6), ayub meresponinya dengan sanggahan-sangahan bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan. Kemungkinan banyak orang yang mengklaim bahwa Ayub menyombongkan kebaikan-kebaikan yang pernah lakukan, seperti yang dipaparkan dalam pasal 31, sehingga dengan berani memperhadapkan perkarannya dalam sidang ilahi.
          Menurut Jefrrey dalam diktat Eksposisi PL II, ”dalam kesengsaraannya Ayub ingin atau minta jawaban dari Allah sendiri. Dia ingin Allah membenarkan perbuatannya.”  Tanggapan teman-temannya tidak membuat Ayub keluar dari gelar kejujurannya, Ayub mengaku tidak bersalah, dan itu adalah kejujurannya.
          Allah datang dan menghardik Ayub bukan berarti membenarkan teman-teman Ayub, tetapi memberitahukan sesuatu yang Ayub belum tahu, yaitu Allah berdaulat atas semua yang diciptakan-Nya (psl 38-41). Dan Akhir dari perjalanan panjang penderitaan Ayub, saat melihat TUHAN, dengan kejujurannya kembali Ayub merendahkan dirinya sama seperti ketika mendengar berita dari pesuruhnya. Sikap yang diambil Ayub yaitu menyesal dan duduk dalam debu dan abu. Ayub mengatakan, bahwa tanpa pengertian dirinya telah berbicara banyak,  dan tanpa melihat Ayub mempercayai TUHAN meski hanya lewat berita orang saja (42:3-6), dan karena kesalahannya tentang Allah yang tidak peduli dan menentang, akhirnya membawa penyesalan yang dalam baginya, sehingga Ayub duduk dalam debu dan abu.

BAB 3: KAJIAN PENDERITAAN AYUB (tujuan penderitaan Ayub bagi ALLAH)

Bagi Allah

           Dalam kisah penderitaan yang menimpa Ayub, tidak bisa untuk tidak dikaitkan Allah yang berotoritas dalam hidup manusia, yang menciptakan dan berkuasa, mengizinkan dan mengubah segala sesuatu dalam dunia ini. Allah sendiri mempunyai tujuan dalam semua hal yang menyangkut kehidupan.
W. S. Lasor Dkk dalam buku yang berjudul Pengantar Perjanjian Lama 2 (Sastra dan Nubuatan) mengatakan:
             "Kitab ini memperkenalkan Allah yang bebas bertindak secara mengejutkan, memperbaiki penyimpangan manusia dan mengoreksi kitab-kitab yang ditulis  tentang Dia. Ia bebas mengizinkan yang dilakukan iblis dan tidak memberitahukan apa-apa tentang hal itu kepada orang yang diuji. Ia juga bebas mengatur waktu kapan dan dengan cara bagaimana Ia akan campur tangan.

Uraian di atas menjelaskan tentang Allah yang berdaulat dalam kehidupan manusia, bukan berarti keluar dari identitas-Nya yang adil dan kasih, tetapi justru memperlihatkan keadilan dan kasih-Nya. Memperbaiki penyimpangan manusia adalah bagian yang dikatakan W.S. Lasor dan Dkk, atau dengan kata lain penderitaan sebagai teguran bagi manusia supaya tidak jauh menyimpang.
Penderitaan yang terjadi pada Ayub diizinkan TUHAN, tentulah lewat pertimbangan hikmat-Nya, dengan tujuan dan maksud-maksud tertentu. Jadi penderitaan itu diizinkan, karena mempunyai tujuan tersendiri bagi Allah.

Untuk Mempermalukan Iblis (2:3)

          Serangan iblis untuk menjatuhkan Ayub  sesungguhnya merupakan serangan kepada Allah sendiri, iblis bukan hanya mendakwa Ayub, tetapi juga mendakwa Allah. Meredith mengatakan “di dalam pencobaan di taman Eden, Iblis menghina Allah dihadapan manusia; di sini dia menghina manusia dihadapan Allah. Namun iblis memakai teknik halus yang sama di dalam kedua peristiwa ini.”  Dalam psl 1:9-11  adalah awal perdebatan antara Allah dan iblis tentang Ayub, dan Ayub tidak tahu sama sekali tentang semua itu. Dari ayat di atas, Jeffey P. Miller dalam diktat STTII mengatakan: ”tuduhan iblis bahwa Ayub mengasihi Allah hanya karena Allah membuat pagar sekelilinggnya merupakan serangan terhadap Allah. Secara tidak langsung iblis berkata bahwa Allah tidak layak dikasihi karena diri-Nya saja, manusia memyembah karena disuap.”  Alkitab mempaparkan sebagai berikut:
Firman TUHAN kepada Iblis: ‘Apakah engkau memperhatikan hambaKu Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan.

 Dalam ayat ini Allah tahu taktik iblis yang menekan-Nya untuk membuktikan Ayub tetap saleh,  iblis membujuk Allah melawan Ayub, dan Allah memerima tantangan itu. Dengan mengarahkan perhatian Iblis kepada Ayub, sesungguhnya Allah di dalam hikmat-Nya yang tidak terselami, mengundang tantangan tersebut.
Allah memakai penderitaan Ayub, untuk memperlihatkan kepada iblis bahwa apa yang Iblis katakan, tidak pernah benar, Ayub tetap beriman sampai akhirnya, dan Allah memperlihatkan kepada Iblis, bahwa apa yang dikatakan-Nya, selalu benar.
Sampai pasal ini, salah satu kesimpulannya adalah Iblis kalah, dan tujuan penderitaan bagi Allah dalam hal ini, penderitaan Ayub adalah sarana Allah untuk mempermalukan Iblis.

Untuk Menunjukkan Iman Ayub Pada Iblis Dan Manusia ( Psl 1:6-12 )

           Kitab dalam pasal ini, Allah memberikan izin pada Iblis, dengan syarat”janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya.” Ketika mendapatkan ijin untuk menguasai segala harta benda Ayub, Iblis segera melaksanakan rencananya.Tujuan Iblis sangat jelas yaitu membuat Ayub menghujat Allah dan meninggalkan kesalehan yang dibanggakan Allah kepada Iblis.
Narator (penulis kitab ini) mempertegas peristiwa kehilangan Ayub dengan mengisahkan bahwa peristiwa tersebut terjadi dalam satu hari Iblis menghancurkan semua yang dimiliki oleh Ayub (psl 1:13-19),  empat peristiwa ini cukup sebagai senjata untuk menjatuhkan iman Ayub pada Allah, sesuai dengan pertaruhan antara Allah dan iblis. C. Hassell Bullock dalam buku Kitab-Kitab Puisi dalam Perjanjian Lama mengatakan:
Ketidakpercayaan iblis akan dia serta dengan dugaannya bahwa iman Ayub sangat tergantung  pada kekayaan dan kesejahteraannya (1:9-11; 2:5). Dia  menganggap bahwa iman dan kemakmuran itu berkaitan, dan jika yang terakhir diambil maka yang pertama pasti akan berantakan.

Uraian di atas menjelaskan tentang dugaan Iblis atas iman kerohanian Ayub.Menurut Iblis, iman Ayub dibangun di atas dasar berkat-berkat Tuhan yang melimpah dalam hidupnya. Dan jika itu hilang, maka iman Ayub juga hilang.
Peristiwa kedua setelah dialog kedua antara Allah dan Iblis, Iblis kembali beraksi, dan Ayub ditimpakan borok yang busuk dari kaki sampai kepala (2:7). Tujuannya tetap sama, yaitu apakah Ayub tetap dalam kesalehan, dan tetap takut akan Allah.
Dalam peristiwa kedua ini, Allah melihat Ayub tetap memilih untuk tetap berserah kepada-Nya sekalipun tidak  mengerti. Ayub masih menyimpan iman yang bergantung penuh kepada-Nya (2:10). Karena itu, dalam bagian pasal ini, memberikan kesimpulan yang mengokohkan kemenangan Ayub atas tantangan setan: “dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya (2:10).
Selain maksud Allah untuk memperlihatkan kepada iblis bahwa apa yang
 iblis katakan tidak pernah benar, juga untuk menguji iman Ayub, sebagai
bukti bahwa iman Ayub,iman yang tergantung  kepada-Nya.

Untuk Menyatakan Kuasa-Nya ( psl 38:1-38 )

           Tujuan penderitaan bagi Allah, juga dilihat pada detik-detik akhir dalam penderitaan Ayub. Allah yang menyaksikan dialog antara Ayub dan para penghibur, dan yang mendengar semua sanggahan dan argumen Ayub, bahkan keluh kesahnya, TUHAN tampil dari dalam badai (38:1).
“Bersiaplah engkau sebagai laki-laki (38:1),” menurut Heavenor:
Suatu perkataan yang menarik di pakai untuk laki-laki: eber, ‘ hal ini menyatakan tentang manusia bukan dalam kelemahan, tapi dalam kekuatannya, jantan sebagai pejuang’(strahan). Dengan berulang-ulang Ayub telah mempergunakan  bahasa (mis 31:35-37; 13:22) yang agaknya menyarankan bahwa dalam dirinya, Allah akan menemukan seorang pejuang yang perkasa.

Dari pernyataan di atas menjelaskan bahwa Allah menantang Ayub sesuai dengan kapasitas perkataan Ayub sendiri, serta Allah mau menjelaskan identitas-Nya dihadapan Ayub, untuk memberikan pemahaman pada Ayub “ layakkah ciptaan mengkritik penciptanya.

          Dalam ayat ini (38:1), kuat kuasa Allah menciptakan dan memerintah tak terbatas, melawan Ayub yang kecil. Allah mempertanyakan keperkasaan Ayub dengan mengatakan “jika engkau dapat, jawablah Aku” dalam banyak hal, diantaranya;
(4)Di manakah engkau, ketika Aku meletakkan dasar bumi? Ceritakan kalau engkau mempunyai pengertian!(5) siapa yang telah menetapkan ukurannya?bukankah engkau mengetahuinya? atau siapakah yang merentangkan tali pengukur padanya?(8) siapa telah membendung laut dengan pintu, ketika membual keluar dari dalam rahim(12) pernahkah dalam hidupmu engkau menyuruh datang  dinihari atau fajar kau tunjukkan tempatnya(16) engkaukah yang turun sampai ke sumber laut, atau berjalan-jalan melalui dasar samudra raya?(19) di manakah jalan ke tempat kediaman terang, dan di manakah tempat tinggal kegelapan, dsb.

Ayat di atas mempaparkan perkataan Allah yang menanyakan hal-hal yang sangat jelas tidak diselami Ayub. Tetapi dari situlah Ayub menjadi makin memahami betapa hebatnya ketidaktahuan dan ketidakmampuan dirinya.
Setelah melihat uraian di atas, sekarang penulis akan menguraikan tentang bagaimana cara yang tepat untuk menyikapi/langkah-langkah yang tepat untuk menghadapi setiap penderitaan yang datang. Berikut penulis mempaparkan sikap/langkah-langkah Ayub dalam menghadapi penderitaannya.

BAB 3: KAJIAN PENDERITAAN AYUB:(tujuan penderitaan Ayub bagi dirinya sendiri)

Bagi Ayub

          Di tengah kehidupan yang saleh, jujur, takut akan Tuhan, Ayub tidak pernah menyangka akan terjadi peristiwa pahit datang dalam kehidupannya. Dalam psl 1:1-12,  Dialog antara Allah dan Iblis yang diceritakan narator adalah hal yang tersembunyi bagi Ayub.  David Atkinson mengatakan: “ia sama sekali tidak menduga bahwa iblis terlibat.”  Saat musibah itu datang, saat itulah Ayub dalam  imannya di pertaruhkan. Dari penderitaan ini Ayub banyak belajar tentang banyak hal, semua yang  tidak diketahui, akhirnya tahu setelah melewati semua penderitaan itu. Berikut ini penulis mempaparkan tujuan penderitaan bagi Ayub sendiri, sebagai pribadi yang mengalami penderitaan..

Penderitaan Membawa Pengenalan Yang Benar Akan Allah (Psl 42:1-6)

           Pandangan manusia kepada Allah sangat ditentukan oleh jarak, yaitu seberapa dekat manusia itu kepada Allah. Dalam Kisah Ayub diceritakan ketiga tokoh yang menghibur Ayub, lewat dialognya kepada Ayub, dapat disimpulkan bahwa pengenalan ketiga tokoh tersebut kepada Allah sebatas pengertian yang dimiliki.
          Ayub mengakui mengenal Allah hanya mendengar dari kata orang saja (42:5), Ayub mengakui bahwa dirinya yang tanpa pengertian (wülö äbîn) tentang Allah  telah bercerita mengenai hal-hal yang sangat ajaib yang tidak diketahuinya (42:3b). kata “ tanpa pengertian” dalam bahasa Ibrani” miliki makna bahwa  “dan aku tidak  mengerti,”  dalam artinya: selama itu Ayub sama sekali belum paham tentang kemahakuasaan Allah, yaitu hal-hal yang ajaib yang Ayub belum ketahui, sehingga Ayub menuntut Allah untuk menjawab keluhannya. selain daripada itu, Ayub menilai Allah terlalu jauh (transenden) bagi manusia, bahkan dalam diktat Eksposisi PL II mengatakan “Allah mempersalahkan Ayub karena satu hal, yaitu kebodohannya.”  Semua itu disadari Ayub ketika  melihat TUHAN, karena itu, saat melihat TUHAN, Ayub menyesal dan duduk dalam debu tanah(42:6).
Lewat penderitaan Ayub bisa melihat TUHAN lebih jelas, sehingga pengenalan akan TUHAN yang terbatas tadi, setelah mendengarkan perkataan TUHAN (psl 38-41), Ayub mulai mengerti tentang kekuasaan TUHAN. Dalam hal ini, tujuan penderitaan bagi Ayub salah satunya adalah mengenal TUHAN secara pribadi.

Memurnikan Iman Ayub(23:10) 

          Hal yang juga penting dalam menanggapi persoalan hidup,  adalah bahwa penderitaan juga datang sebagai ujian. Dalam kasus Ayub, Allah menyetujui usulan Iblis karena Allah tahu iman Ayub adalah iman yang murni. Dalam buku Pengantar Perjanjian Lama Puisi dan nubuatan yang dikarang oleh Clarence H. Benson, mengatakan: “kesetiaan Ayub kepada Allah mengalami ujian yang sangat berat. Allah mengujinya, tetapi iblis yang menggoda dia.”
          Saat Ayub dihadapkan penderitaan, imannya ikut diperhadapkan pada tantangan, “seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti  emas.” Kata “seandainya Ia menguji aku”dari bahasa asli (BüHänaºnî)”  dari akar kata (BaHän), adalah kata kerja yang mengandung arti metafora, (sebuah gambaran).”  Kata seandainya dalam ayat ini lebih tepat jika digunakan kata ibarat, atau seperti, karena maksud Ayub sebenarnya adalah “seperti emas dileburkan pasti didapati murni, seperti itulah ia akan tampil (muncul) dalam ujian.

            Kenyataannya iman Ayub memang diperhadapkan pada ujian lewat penderitaan, sebagai penentu apakah iman Ayub adalah iman yang murni, dan juga sebagai penentu atas pertaruhan Iblis dengan Allah yang sudah mengatakan tentang kesalehan Ayub. Saat Ayub melalui semua penderitaan yang datang dalam hidupnya, bahkan dalam kesengsaraan istrinya menyuruh untuk mengutuki TUHAN, Ayub dengan ketaatan dan tetap percaya kepada Allah yang di sembah, tidak bergeser dari imannya. Iman yang muncul dari pendengaran bertahan dalam pergumulan Ayub sampai melihat TUHAN (42:5).


Menjadikan Tekun Dalam Kesalehan (Ayub 2:9)

          Melalui pergulatan hebat lewat penderitaan, dimana banyak alasan bagi Ayub untuk mundur dari imannya kepada TUHAN, Ayub tampil sebagai orang yang bertekun dalam imannya. Perkataan istri Ayub: ‘masihkah engkau bertekun dalam kesalehanmu(2:9), adalah  sebuah pengakuan istri Ayub, bahwa Ayub memang adalah orang yang bertekun dalam kesalehannya. Yakobus juga mencatat dan menekankan pri-hal ketekunan Ayub: “kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub (Yak 5:11). Oleh karena itu, Ayub berjuang untuk tetap kuat dalam penderitaan. Bahkan secara keseluruhan kitab Ayub, menggambarkan dengan jelas tentang tekunnya Ayub dalam menjaga statusnya sebagai orang yang jujur,saleh, dan takut akan Tuhan.
Menurut “Kamus Bahasa Indonesia, kata tekun  berarti: “rajin, keras hati
dan bersungguh-sungguh (jadi teladan dlm bekerja), berusaha.”  Bisa dikatakan
bahwa Ayub aktif (berjuang) dalam menjaga imannya, dan kesalehannya, kepada TUHAN, sesuai dengan makna dari bahasa Ibrani ((khazaq) yang arti sebenarnya adalah kuat,menjadi kuat, berpengang.”  Jadi Ayub berpengengang kuat pada kesalehannya yang disebut sebagai bertekun.

BAB 3: KAJIAN PENDERITAAN AYUB (tujuan penderitaan Ayub bagi iblis)



Tujuan Penderitaan

           Manusia tidak dapat mempunyai pengetahuan mengenai dunia dan segala yang terjadi di dalamnya, tanpa Allah menyatakan itu kepadanya. Sulitnya untuk menyelami pekerjaan Allah, yang  terkadang manusia membuat bantahan dan keluhan kepada TUHAN. Demikian pula soal penderitaan yang Ayub alami, Ayub tidak mengerti selama mengalami penderitaan. karena itu, lewat peristiwa Ayub, Allah menyatakan banyak hal tentang penderitaan.

Berikut ini penulis akan membahas tentang tujuan penderitan, baik tujuan untuk Iblis, untuk Ayub, bahkan juga bagi Allah.

Bagi Iblis

Tidak bisa dipunggkiri, tokoh yang menciptakan penderitaan bagi Ayub datangnya dari Iblis. Iblis dan Allah bertemu dan membicarakan tentang Ayub. Allah menopang Ayub sebagai contoh orang yang benar. Namun Iblis menantang motivasi Ayub yang tekun dalam kesalehannya. Pertama-tama Iblis menyatakan bahwa Ayub akan mengutuk Allah bila Allah mengijinkan Iblis untuk menjamah segala kepunyaan Ayub dan menyengsarakan diri Ayub sendiri. Allah mengijinkan Iblis untuk membuat Ayub mengalami penderitaan tersebut.
Peranan Iblis jelas, yaitu berusaha untuk menyesatkan umat manusia, supaya manusia menyimpang dari jalan-jalan kebenaran, berbagai cara digunakan untuk semua itu, adapun tujuan Iblis akan mencobai Ayub adalah:

            Sarana Untuk Membuat Ayub Mengutuki TUHAN (Psl 1:11,2:5)
Dalam pasal 1:11: “tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuk Engkau dihadapan-Mu.  Melihat ayat ini, setelah Iblis mendengar perkataan Allah tentang Ayub yang saleh, memunculkan pendapat dan ide Iblis, bahwa lewat penderitaan pada diri Ayub, pasti Ayub akan mengutuki Allah.
Kata ini kembali diucapkan Iblis pada dialog putaran kedua antara Allah dan Iblis dalam pasal 2:5 “tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau dihadapan-Mu,”   dalam bahasa Ibrani:
(yübärákekkä ),  dari kata ( brk ) yang berubah menjadi kata kerja piel, dan diterjemahkan “mengutuki”, serta  menekankan ambisi si iblis (haSSä†än), dengan  mengawali mengatakan “pasti” “ (´im-lö´ ) yangditerjemahkan sungguh-sungguh,”  untuk memberitahukan Allah, bahwa apa yang Iblis katakan, akan terjadi.

           Dalam dua peristiwa yang dicatat pada ayat di atas, tekanan Iblis kepada Allah untuk mendatangkan penderitaan buat Ayub, yaitu supaya Ayub berpaling untuk  mengutuki Tuhannya. Tujuan penderitaan bagi Iblis yang didatangkannya pada Ayub akhirnya menjadi usulan dari istri Ayub, ”Kutukilah Allahmu dan matilah”(2:10). Iblis hanya bisa menjatuhkan istri Ayub, tetapi tidak terjadi pada Ayub.
Dalam hal ini, sangatlah jelas Dugaan Iblis tentang Ayub salah, Iblis menyangka bahwa kesalehan Ayub tehadap Tuhan didasari berkat kekayaan dan kesehatan yang Ayub punya.  Menurutnya bahwa saat harta kekayaan Ayub hilang, bahkan fisik yang melemah karena penyakit berat,  iman dan kesalehannya pun hilang, Ternyata tidaklah demikian. Tujuan  penderitaan bagi Iblis terhadap Ayub, supaya Ayub mengutuki Tuhannya gagal total, sehingga Iblis mundur, dan tidak muncul lagi pada pasal berikutnya.

           Walaupun demikian, penderitaan terus digunakan Iblis sebagai senjata untuk menjatuhkan manusia, karena Iblis tahu, ketekunan adalah sesuatu yang sulit manusia terapkan, khusus saat berada dalam penderitaan.

BAB 3: KAJIAN PENDERITAAN AYUB (dari segi kekayaan)

Dari Segi Kekayaan ( Ayub 1:2-3 )

       Terdapat beberapa catatan mengenai apa yang dimiliki oleh Ayub. Ia di karuniai  7 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan.  Dari segi kekayaan ia mempunyai banyak harta kekayaan, di antaranya: 7000 kambing domba, 3000 unta, 500 pasang lembu, 500 keledai betina dan banyak budak-budak ( Ayub 1: 2-3 ). Oleh karena banyaknya harta Ayub, maka ia menjadi orang yang terkaya di daerah Timur ( Ayub 1:3 ) Ayub digambarkan sebagai orang yang sangat kaya dan tidak ada yang lebih kaya dari pada Ayub.
       Dalam bahasa asli ‘kata kaya dalam terjemahan bahasa Indonesia mengunakan kata dasar "Gädôl, dari “ kata sifat  yang artinya besar, agung,”  bukan sebagai kata kerja, yang berarti besar, menjadi besar. Jadi terjemahan literal di atas adalah : orang ( pria ) itu besar/agung (kaya ) dari semua anak laki-laki(bane = kata benda maskulin dengan akhiran jamak) di sebelah timur ( daerah timur ).  Dari terjemahan di atas sama yang di paparkan oleh Samuel E. Balentine dalam buku Smyth & Helwys Bible Commentary mengatatakan: “Job is “the greatest of all the people of the east,( Ayub adalah “ yang terbesar dari semua [masyarakat/orang] timur ).”  Jadi yang membuat Ayub sangat terkenal di seluruh daerah Timur adalah  karena kebesaran Ayub, atau keagungan, baik dalam hal kekayaannya yang banyak, bahkan kebesarannya dalam hal lain.

BAB 3: KAJIAN PENDERITAAN AYUB ( dari segi keluarga)

Dari Segi Keluarga ( Ayub 1:5;2:10 )

         Keluarga adalah lembaga kecil yang dibuat Allah dalam keberadaan manusia, pentingnya keluarga adalah karena citra keharmonisan yang digambarkan dari Allah Tritunggal, dan keharmonisan itu yang Tuhan inginkan dalam lembaga keluarga pada  orang percaya. Masing-masing anggota dalam keluarga memiliki peran dan kapasitas sesuai ketetapan Allah. Ayub dalam hal ini memiliki peran sebagai ayah bagi anak-anaknya, juga suami bagi istrinya, dan tentunya sebagai imam dalam keluarganya.
      Dari penelitian, penulis mendengar beberapa pandangan dari teologia, tentunya lewat pembicaraan, juga lewat kotbah hamba Tuhan, yang memiliki pandangan tentang Ayub yang gagal sebagai suami dan Ayah yang baik( pandangan dalam kesaksian seorang hamba Tuhan disebuah gereja ). Tapi penulis memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan tersebut.

Ayub Adalah Ayah Yang Baik

       Jarang sekali dan sulit sekali untuk menemukan profil ayah dan suami seperti Ayub, kebanyakan ayah gagal mendidik kerohanian anak-anaknya, bahkan catatan Alkitab mengenai Imam Eli dan Nabi Samuel  pun ternyata gagal mendidik anak-anaknya (1 Sam. 3:13; 8:6).  Ayub adalah salah satu contoh yang baik bagaimana menjadi seorang ayah atau orang tua teladan di dunia ini.  Setiap ayah perlu memperhatikan dan meneladani apa yang dilakukan oleh Ayub, dengan kepekaan, kerendahan hati dan dengan kesetiaan Ayub memantau dan memelihara kehidupan jasmani dan rohani anak-anaknya.  Ayub 1:5 menuliskan dalam kitab Ayub mengatakan:
“apabila hari-hari pesta telah berlalu, Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi, bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka sekalian, sebab pikirnya: “Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah mengutuki Allah di dalam hati.

Dalam kasus ini, Ayub hanya antisipasi kalau-kalau anaknya melakukan sesuatu yang tidak terpuji bagi Allah ( mengutuki ), yang diterjemahkan dalam bahasa indonesia ; mengutuki  dalam  ayat ini mengunakan kata dasar barak  yang mengalami perubahan kata kerja menjadi piel vav/konsikutif perfek  3 umum jamak ( kata dasar ini dibahas pada poin Penderitaan menurut persepsi Ayub),  tidak bisa dipastikan apakah anak-anak Ayub melakukan sesuatu yang salah dalam reuni saudara-bersaudara. Hal ini dikarenakan penempatan kata  dalam ayat ini yang berarti “ mungkin”, artinya mungkin ya dan mungkin tidak. Sikap antisipasi ini menekankan pada pemikiran seorang ayah yang peduli dan menjaga keluarganya, menjadi keluarga idaman Tuhan.

       Keluarga adalah hal yang penting bagi Ayub, semaksimal mungkin ia menjadi ayah yang sesuai dengan tuntutan TUHAN, yaitu mengarahkan anak-anaknya takut akan TUHAN, serta menafkahi keluarganya, dan ia memenuhi semua itu. Ayub membangunkan rumah untuk anak-anaknya, ayat 4 memberitahukan akan hal itu, dan secara bergiliran berkumpul untuk pesta bersama, sekalipun sudah memiliki rumah masing-masing, Ayub tetap memperhatikan kehidupan rohani anak-anaknya, karena ia tahu, tugas sebagai seorang ayah yang baik.

Ayub Adalah Suami Yang Baik

       Di lihat dari status suami, ia juga memberikan makna sebagai suami  yang baik, sebelum terjadi penderitan, bisa di pastikan hubungan antara Ayub dengan istrinya baik-baik saja. Hal itu bisa dilihat saat penderitan menimpa Ayub, ia menanggapi perkataan istrinya saat mengatakan kepadanya untuk mengutuki Allah: “…engkau berbicara seperti perempuan gila, “ , reaksi Ayub ketika mendengar perkataan istrinya. Menurut The Wycliffe Bible Commentary;
 “ pengendalian diri Ayub yang lembut sebagaimana tampak dari jawabannya  terhadap saran istrinya membuktikan secara menyakinkan , seperti halnya madah  pujian yang ia utarakan sebelumnya, dia tidak menyebut istrinya gila, namun ia menuduh istrinya berbicara di dalam keputusasaan itu seperti dari kumpulan yang nasihatnya biasa tidak ia ikuti,

  Jadi Ayub selalu memperlihatkan sisi terbaik dari posisinya sebagai suami, kelembutan yang selalu di berikan, dirasakan oleh istrinya, dari hal  itu, istrinya salalu ada mengawasinya dan tidak meninggalkan dia, dalam pasal 19:17, nafasku menimbulkan rasa jijik kepada istriku”
       Tidak ada pemberitahuan tentang siapa wanita yang melahirkan anak-anak Ayub setelah penderitaan. Kesimpulan bahwa istri Ayub yang menemani sepanjang hidupnya.

Saturday, December 1, 2018

BAB 3: KAJIAN PENDERITAAN AYUB (Ayub dalam segi sosial)

Dari Segi Sosial

                 Dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini 2 mengatakan:
 “ psl ini memberikan pengertian yang sangat hebat tentang perangai orang ini. Gagasan-gagasannya bukanlah murahan dan tanpa ambisi, tapi berbobot dan pergumulan batin. Ia menghakimi dirinya dengan ukuran yang hampir sama dengan ukuran istimewa dari Injil,”

          Maksud uraian di atas, dalam kitab Ayub  pasal 31:13-23, ia menyampaikan perbuatan-perbuatan yang nilanya tinggi soal kebaikan, sebagai standar bantahannya.
     Ayub adalah tokoh penting di tempat ia berdiam, bahkan orang-orang yang sudah berumur dan para anak muda menghormati dia. (Ayb 29:5-11)  Ia duduk sebagai hakim yang tidak berat sebelah, melaksanakan keadilan sebagai pembela para janda, dan menjadi seperti ayah bagi anak lelaki yatim, orang yang menderita, dan siapa pun yang tidak mempunyai penolong. (Ayb 29:12-17)  Ia menjaga diri bersih dari perbuatan amoral, ketamakan akan harta benda, serta penyembahan berhala, dan ia murah hati kepada orang yang miskin dan berkekurangan. Ayb 31:9-28.

-    Ayub Memperhatikan Hak Budaknya

      Memperhatikan hak orang lain, adalah salah satu nilai dari orang yang memiliki jiwa sosial yang tinggi, dalam psl 31:13-15, semua yang bekerja padanya merasakan keadilan dari Ayub. Ayub dalam ayat ini menjelaskan bahwa seandainya ada hak dari seorang di antara semua orang yang bekerja padanya ada yang tidak diperhatikan ( bahasa Alkitab:  diabaikan ) olehnya, maka layaknyalah ia mengalami pemderitaan.

       Menarik perkataan Ayub tentang hubungan antara dia dan para budaknya adalah, sekalipun perbedaan dalam status tuan dan hamba adalah sebuah jarak dalam tradisi zamannya, tapi baginya kesetaraan antara budak dan tuan sama di hadapan Allah, dalm ayat 13-15, pada ayat 15 Ayub mengatakan:” bukankah ia, yang membuat aku dalam kandungan, membuat aku juga, bukankah satu juga yang membentuk kami dalam rahim.”

     Ayub membangun relasi dengan semua orang yang bekerja padanya, serta perhatiannya pada semua keperluan dan bahkan hak yang bekerja padanya, adalah bagian dari segi sosial yang dimilikinya. Dari semua ayat dalam kitab Ayub, tidak ada satupun dari orang-orang yang bekerja padanya, memiliki keluhan tentang Ayub. Lebih dari pada itu, orang yang tidak sama sekali ada hubungan dengannya dicukupkannya(31:32).

- Ayub Berbagi Dengan Orang Miskin

       Dipaparkan dalam pasal 31: 16-23, ia memperhatikan orang di sekelilingnya, serta membagikan kepada anak yatim dan para janda, orang miskin secara umum, apa yang diperlukan.” Ayat ini menonjol sebagai batu permata karena kesadaran sosialnya yang tinggi (bnd Ams 14:31;22:2 ),”
       Guthrie dalam buku Tafsiran Alkitab Masa Kini mengatakan:
 “ kebaikannya juga menjalar keluar mencari dan menyelamatkan yg berkebutuhan, yg miskin, janda-janda, dan yatim piatu pemerasan dan penindasan atas yg lemah adalah asing baginya, sekalipun dengan mudah ia dapat mengubah keadilan yang diberikan oleh pengadilan-pengadilan. Sebaliknya ia telah merupakan pertolongan bagi orang yang tak mempunyai pertolongan.”

 Uraian diatas memberikan nilai tentang sikap Ayub yang berjiwa social, tidak mementingkan diri sendiri, pahlawan bagi si miskin. Di tengah kemampuannya yang bisa saja mengubah keadilan, tetapi tidak dilakukannya kecurangan, melainkan rasa belas kasihan yang besar kepada orang miskin.
       Perkataan Ayub pada ayat 19: “ jikalau aku melihat orang mati karena tidak ada pakaian atau orang miskin yang tidak mempunyai selimut, dan tidak dipanaskannya tubuhnya dengan kulit bulu dombaku,” membawa dalam satu pemahaman bahwa ‘ dalam kawasan lingkungan tempat tinggal Ayu, tidak ada yang mati oleh karena tidak pakaian, berarti Ayub dalam perhatiannya, bukan perhatian secara kebetukan dia melihat orang yang membutuhkan,  lalu memberikan bantuan kapada mereka, tetapi Ayub seakan-akan mengetahui setiap orang yang memerlukan bantuan, dan menyalurkan apa yang orang perlukan.


SUMBER : SKRIPSI KRISALLATI

BAB 3: KAJIAN PENDERITAAN AYUB. (Kehidupan Ayub sebagai orang percaya).

Kehidupan Ayub Sebagai Orang Percaya 

     Pola hidup menggambarkan kwalitas seseorang untuk dinilai, tanpa disadari, orang  menonton kehidupan orang lain. Masalahnya terkadang orang menanti-nanti dan mencari kesalahan orang lain, dan mulai menghakimi. Apa bedanya dengan Ayub. Manusia membaca dan berusaha memcari satu titik kesalahannya supaya penderitaan itu wajar menimpa dirinya karena kesalahannya, sama halnya dengan sahabat-sahabat Ayub, menilai dari pengetahuan dan pengalaman sendiri.
        Penulis akan memunculkan pola hidup Ayub di balik setiap Firman yang ada dalam kitab Ayub. Sebagai orang yang percaya kepada Allah yang benar, Ayub hidup dalam kebenaran itu.  Dan itu akan dilihat dari sisi-sisi kehidupan manusia secara umum dalam pribadi Ayub.

Dari Segi Rohani

      Untuk menilai Ayub dari segi rohani, pertama-tama harus diketahui, bahwa Ayub pada masa sebelum penderitaan panjangnya, ia percaya kepada Allah yang benar, walaupun  hanya mendengar dari kata orang saja(šümatikä  : ( aku telah mendengar/mengerti Engkau.) , ( ia tidak  melihat TUHAN,  Ayub 42:5 ).   Yang kedua standar kehidupan sisi rohani/iman menurut saumiman Saud dalam bukunya yang berjudul “Dinamika Kehidupan Orang Percaya” mengatakan:
        “Kehidupan rohani (Spirituality Of Christian Life ) seorang sering kali bergantung pada dasar kepercayaan yang di bangun oleh orang lain pada waktu dia masih muda atau masih kecil. Firman Tuhan begitu menyentuh, melekat dan terpatri dalam hati seseorang, sehingga tidak ada alasan bagi orang tersebut untuk melanggarnya. ia bisa merasakan Firman Tuhan itu begitu hidup di dalam dirinya, sehingga setiap tutur kata, perbuatan bahkan pikiran selalu mendapat saringan atau sensor setiap saat dari Firman Tuhan yang pernah didengar atau dipelajari.”

       Uraian di atas memberitahukan bahwa pengenalan sejak dini tentang kepercayaan, akan membuat iman kuat, dan sisi rohani yang terbentuk, diakibatkan karena Firman Tuhan yang selalu diperdengarkan, sehingga dasarnya menjadi kuat .  bagi Ayub, penulis beranggapan bahwa ia mendengar dan menjadi percaya kepada Allah yang diceritakan orang, adalah satu sikap yang hanya diambil dan diputuskan pada orang yang sudah sangat dewasa,  bukan saat ia masih kecil, atau muda seperti yang dipaparkan di atas.
       Kedua hal diatas akan membawa setiap pembaca dalam sebuah anggapan?, wajarlah Ayub jika tidak memiliki iman yang kuat. Tapi kontras dari itu, iman Ayub, sulit untuk digambarkan.
      Dimulai dari Pasal 1:1, “ Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur , ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.”  Dalam ayat pertama ini, narator memperkenalkan Ayub dari segi rohani, dengan menekankan empat hal yang spesial tentang hubungan spiritual antara Ayub dan TUHAN ; jujur, saleh, takut akan Allah, dan menjahui kejahatan. Dan TUHAN mengakui itu, bahkan memperkenalkan Ayub kepada iblis, bahwa ia jujur, saleh, takut akan TUHAN, dan menjahui kejahatan, (Ayub 1:8, dan psl 2:3 ),”  dan bahwa tidak ada orang seperti dia di muka bumi ini.

        Tafriran Alkitab Masa Kini 2, mengatakan:
“ Wataknya tampil dalam terang yang menabjubkan selaku orang yang saleh dan jujur. Saleh bukan berarti sempurna tanpa dosa, hal yang tak pernah dituntut bagi Ayub. Sebaliknya hal ini merangsang kita untuk memikirkan bahwa Ayub adalah serba matang dalam bidang moral. Seorang yang mempunyai watak yang seimbang dan berkepribadian yang mantap.
hal diatas telah disampaikan Ayub sendiri dalam Ayub 9:20 yang mengatakan:
(KJV): ‘If I justify myself, mine own mouth shall condemn me; if I say, I am perfect, it shall also prove me perverse’ ( Jika aku membenarkan diriku sendiri, mulutku sendiri akan menyalahkan aku; jika aku berkata: aku sempurna, itu juga akan membuktikan aku sesat).
Karena itu, sisi kerohanian Ayub dilihat dari beberapa hal:

-    Jujur

       Jujur bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, itulah kejujuran. Maksudnya Bila seseorang berhadapan dengan suatu atau fenomena maka seseorang itu akan memperoleh  gambaran tentang  sesuatu  atau fenomena tersebut. Bila seseorang  itu  menceritakan informasi tentang  gambaran  tersebut kepada orang lain tanpa ada “perubahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur.
Kejujuran juga bersangkutan dengan  pengakuan, Ayub juga mengakui bahwa ia tidak sempurna ( ps 9:20 )

      Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang.      Jujur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesi adalah: 1 lurus hati; tidak berbohong (msl dng berkata apa adanya); 2 tidak curang (msl dl permainan, dng mengikuti aturan yg berlaku): mereka itulah orang-orang yg -- dan disegani; 3 tulus; ikhlas.”  Sedangkan dalam bahasa ibrani,  kata ini mengunakan kata sifat: rv"±y"w> wüyäšär,”   berasal dari kata rv'y"  (yäšär ) yang diawalai w> particle conjunction ( Vav Konsekutif),” yang artinya benar, jujur” . Jadi Ayub adalah seorang yang jujur dalam mengatakan  kebenaran ( hal yang benar).
Kejujuran Ayub diakui TUHAN, pada akhir peristiwa penderitaannya, Ia mengatakan:
      “Setelah TUHAN mengucapkan firman itu  kepada Ayub,  maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Teman: "Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu,   karena kamu tidak berkata benar tentang Aku  seperti hamba-Ku Ayub ( ps 42:7 )

     Allah menyatakan bahwa apa yang dikatakan Ayub itu benar. Allah tidak bermaksud bahwa segala sesuatu yang dikatakan Ayub itu sungguh tepat, tetapi bahwa tanggapan Ayub kepada ketiga temannya sangat jujur di hadapan Allah dan sikapnya berkenan kepada-Nya.  Jadi "jujur" menunjukkan kebenaran dalam perkataan, tindakan, dan pikiran.

-     Saleh

      Ayub dikatakan saleh oleh Allah sebelum penderitaannya dimulai, itu kerena Allah pasti melihat kesalehan Ayub dalam hidup  pada masa-masa ia mulai percaya. Ada file yang tidak dicatat dalam LXX, karena menurut Tafsiran Alkitab Wycliffe “ bukti-bukti yang ada bukan terutama dari luar kitab ini, sebab sekalipun teks LXX tentang Ayub lebih pendek sekitar seperlima dari teks Masoret, bagian-bagian yang dihilangkan jelas tidak penting.”  Jadi ada bagian-bagian yang tidak dicatat.
     Saleh adalah kata  yang di terjemahkan dari bahasa Ibrani(Täm ),”  kemudian diterjemahkan” blameless”( NIV, NKJV, NAS, LXE dll )”  artinya suci (saleh), dan kata   (Täm ) juga bisa diterjemahkan  perfect ( Complete ) oleh ( KJV) artinya lengkap /sempurna. Jadi Ayub dalam sisi rohani, di pandang dari kesalehannya dibuktikan sesuai tuntutan standar Allah, dan ia melakukan semua tuntutan itu, dengan perfect (Complete) tanpa ada yang diabaikan dari standar Allah.
salah satu bukti kesalehan Ayub adalah menanggapi setiap apa yang dilakukan anak-anaknya, Di pasal 1 ayat 4-5, ia berusaha menjaga  kekudusan dalam hidupnya, bertekun dalam kesalehannya dalam keadaan apapun, dan pengharapannya kepada Allah yang menebus ( 19:25-27).

- Takut akan TUHAN

      Kata takut mengunakan kata  dasar yare yang di awali kata penghubung, menjadi
( whîrë´ ) dan ia takut, bukan ketakutan, karena objek ketakutan, ditentukan dengan מִן ,atau מִפְּנְי  , אֵת   sedangkan dalam takut akan Allah dalam bahasa Ibrani takut ini sama dengan takut yang dipaparkan dalam kitab Mazmur 128:1 dl, yang memiliki pengertian pengertian yang sama. Catatan untuk kata takut:
      Alkitab menggunakan beberapa kata untuk mengartikan takut atau ketakutan. Yang paling umum adalah kata Ibrani יִרְאָה - YIR'AH dan פָּחַד - PAKHAD, Yunani φοβος – PHOBOS dan δειλοι - DEILOS . Secara teologis dapat dikemukakan lima macam "takut“
      Dalam Amsal 8:13: Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku membenci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat.’’  kata takut dalam Ayub dan Amsal ini memiliki pengertian yang sama, yaitu takut yang positif, yaitu kesukaan yang membuat ia melakukan apa yang TUHAN mau ( membawa ketaatan kepada Allah ), dan merasa hal yang menyeramkan apabila melakukan hal yang tidak sesuai dengan apa yang TUHAN inginkan. Jadi kata takut akan Allah itulah yang membuat Ayub menjahui segala hal yang dikatakan kejahatan.

Friday, November 30, 2018

BAB 3.: KAJIAN PENDERITAAN AYUB/KITAB AYUB (penulisan dan karakteristik kitab)

Penulisan

           Sampai saat ini tidak ada yang memastikan secara pasti siapa penulis kitab Ayub, jikalau bukan Ayub sendiri pastilah memiliki sumber-sumber lisan atau tertulis yang terinci dari zaman Ayub, yang dipakainya di bawah dorongan dan ilham ilahi untuk menulis kitab ini sebagaimana adanya sekarang. Sekalipun beberapa teolog yang  meneliti kitab ini memberikan beberapa nama yang bisa dipertimbangkan selain dari Ayub sendiri, “Elihu, Musa, Salomo, Yesaya, Hizkia, Barukh teman dari Yeremia, dsb.”
Dalam diktat Eksposisi PL II, Jeffry P. Miller mengatakan:

          Lebih banyak orang yang memilih Musa atau Salomo sebagai pengarang. Menurut Talmud, Musa mengarang buku ini. Dia mendengar cerita ini waktu di Midian lalu mempersiapkan naskah atau menulis naskah di bawah inspirasi Roh Allah. Salomo dianggap pengarang oleh rabi-rabi dan orang lain berdasarkan komposisinya dan isinya yang bersifat hikmat.


Tahun Penulisan

           Karena tidak ditemukan secara pasti siapa yang menulis kitab Ayub, dan tidak pasti  tanggal terjadinya peristiwa dijadikan patokan penulisan kitab ini. Jeffrey P. Miller mengatakan: “dari kitab Ayub kami tidak mengetahui tahun kitab ini ditulis. Ada kemungkinan kitab ini ditulis di antara pada pemerintahan Salomo dan pemulangan dari pembuangan.”

Tujuan Kitab Ayub

           Menurut Parluangan Gultom dalam diktat Teologi Perjanjian Lama II, ia mengatakan:
sekalipun banyak yang beranggapan bahwa tujuan kitab Ayub adalah untuk menjelaskan misteri penderitaan dari orang benar, kitab tidak memberikan jawaban yang pasti kepada hal ini (dan perkataan-perkataan Tuhan juga tidak menunjukkan secara langsung), karena itu seharusnya hal itu tidak menjadi isu utama sebagai katalisator bagi pertanyaan dari motif yang benar bagi manusia untuk hubungan manusia dengan Allah (lihat 1:9). Jadi tujuan utama kitab kelihatannya adalah untuk menunjukkan  bahwa hubungan yang benar di antara Allah dan manusia (dalam semua keadaan) didasarkan terutama pada kasih karunia Allah yang mahakuasa dan respon manusia akan iman dan kepercayaan yang bersifat tunduk. 

           Penjelasan diatas menekankan karunia Allah pada manusia, dimana orang saleh harus tetap kokoh dan tidak goyah, bahkan ketika kelihatannya tidak ada keuntungan jasmaniah atau duniawi untuk terus mengabdi kepada Allah.

Karakteristik Kitab Ayub

           Andrew E. Hill dalam buku Survei Perjanjian Lama, ia mengatakan: “Kitab ini berisi aneka ragam gaya sastra, termasuk dialog (ps. 4-27), percakapan seorang diri (lihat ps. 3), wacana (misalnya, ps. 29-41), narasi (ps. 1-2), dan nyanyian pujian (ps. 8).”

W.R.F.  Browning Dalam buku Kamus Alkitab mengatakan:

           Susunan kitab ini berupa prosa dalam prolog dan epilognya, sedangkan 3-42:6 berupa puisi, yang di dalamnya terdapat dialog antara Ayub dengan ketiga sahabatnya. Ada tiga seri yang terdiri dari enam pidato, dengan jawaban Ayub untuk masing-masing. Kemudian diikuti dengan campur tangan lebih lanjut dari sahabat yang keempat, yaitu Elihu muda (32-37). Para 'penghibur' Ayub (16:1-2) menjelaskan bahwa bukanlah suatu hal yang tidak masuk akal jika ia harus menderita tekanan seperti itu.

          Adapun garis besar susunan  kitab Ayub adalah sebagai berikut:
Pertama: prolog (pasal 1-2; (Ayub 1:1-2:13)) yang melukiskan musibah Ayub dan         penyebabnya (prosa). Kedua: Tiga rangkaian dialog di antara Ayub dan ketiga orang temannya, ketika mereka jawaban-jawaban yang masul akal untuk penderitaan Ayub {pasal 3-31 (Ayub 3:1-31:40) puisi, dialog-dialog dalam Kitab Ayub dalam bentuk puisi}. Ketiga: Monolog oleh Elihu, seorang yang lebih muda daripada Ayub dan ketiga temannya, yang berisi sekilas pengertian mengenai makna (sekalipun belum mengenai penyebab) penderitaan Ayub (pasal 32-37 (Ayub 32:1-37:24) puisi Dialog-dialog dalam Kitab Ayub dalam bentuk puisi). Keempat: Allah sendiri, yang menegur ketidaktahuan dan keluhan Ayub serta mendengarkan tanggapan Ayub atas penyataan-Nya {pasal 38, 1-42, (Ayub 38:1-38; Ayub 1:1-42:17 Ayub 6:1-30) puisi, Dialog-dialog dalam Kitab Ayub dalam bentuk puisi}. Kelima:  Epilog (Ayub 42:7-17) yang mencatat pemulihan Ayub (prosa ).
Setelah penulis menyajikan latar belakang kitab Ayub, maka penulis akan menjelaskan tentang kehidupan Ayub secara pribadi.

BAB 3: KAJIAN PENDERITAAN AYUB (latar belakang kitab Ayub)

Latar Belakang Kitab Ayub

      Kitab-kitab puisi dimasukkan ke dalam Firman yang diilham Allah, sebab puisi merupakan bahasa hati. Allah tahu betapa pentingnya Firman Allah sebagai isi hati umat-Nya. Pada bagian Alkitab, Allah berfirman kepada setiap hati umat-Nya saat  menderita (Ayub), saat beribadah (Mazmur), saat sedang bergumul dengan tekanan rumah tangga, keluarga, membesarkan anak-anak dan masalah ekonomi (Amsal), saat dipenuhi keraguan (Pengkhotbah), dan saat menyatakan dengan sukacita keintiman kesatuan fisik diantara pasangan suami istri (Kidung Agung). Ke lima kitab ini adalah kitab puisi.

      Nama tokoh yang diceritakan dalam kitab yang akan di bahas,  sama dengan  nama judul kitabnya, yaitu Ayub, atau iyyob. “ Judul Ayub di ambil dari versi Vulgata yang berbahasa Latin.”  tokoh yang sulit untuk dibuktikan secara keseluruhan, tentang  kapan ia hidup, baik dari kalangan Yahudi, Kristen, islam, tak ada keterangan yang dapat meyakinkan dengan pasti, tapi bagaimana pun juga, Ayub seorang tokoh yang mengagumkan, yang sudah pasti pernah ada di dunia ini.
Hal ini terbukti karena namanya disebutkan dalam beberapa kitab yang lain, misalnya Yehezkiel 14:13-14:
“ 13Hai anak manusia, kalau sesuatu negeri berdosa kepada-Ku dengan berobah setia dan Aku mengacungkan tangan-Ku melawannya dengan memusnahkan persediaan makanannya dan mendatangkan kelaparan atasnya dan melenyapkan dari negeri itu manusia dan binatang, 14 biarpun di tengah-tengahnya berada ketiga orang ini, yaitu Nuh, Daniel dan Ayub, mereka akan menyelamatkan hanya nyawanya sendiri karena kebenaran mereka, demikianlah firman Tuhan ALLAH.”
Dan Yakobus 5:11, :
“Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.”
Yehezkiel 14:14, 20 dan Yakobus 5:11 menyebutkan dengan jelas bahwa Ayub adalah tokoh yang nyata dalam sejarah sehingga dapat disimpulkan kisah mengenai Ayub adalah kisah nyata dalam sejarah, bukan kisah fiktif.

       Zaman kehidupan Ayub sulit untuk di pastikan, menurut catatan dalam buku The Wycliffe Bilbe Commentary : “ tokoh Ayub rupanya hidup pada awal zaman leluhur Israel. Dapat dilihat, misalnya, lamanya hidup Ayub dan juga banyaknnya pelaksanaan agama yang sejati,”  kendati demikian, bukti itu tidaklah cukup.

        Beberapa penjelasan yang dekat tentang zaman kehidupan Ayub dilihat dari tokoh-tokoh yang hidup berteman dengannya:

Tentang Bildad

        Bildad  orang Suah, adalah seorang dari tiga sahabat Ayub, sebagaimana dicatat dalam Kitab Ayub dalam Perjanjian Lama. Ia diyakini merupakan keturunan Suah, salah seorang putra Abraham dari gundiknya, Ketura (Kejadian 25:1-2), yang berdiam di padang-padang pasir diArabia ( sebelah timur )”

Tentang Sofar

          Dounk Ranck dalam E book Elektronik perpustakaan STTII yang berjudul Creative Bible Lessons In Job mengatakan: “Sofar orang Naamah, namanya [yang] secara harafiah berarti “burung muda.” Ia datang dari Naamah, suatu area dinamai menurut suatu keturunan wanita Cain. Raja Solomo menikah seorang Puteri Ammonite  bernama “Naamah.”


Dan tentang Elifas:

        Elifas  orang Teman, adalah seorang dari tiga sahabat Ayub yang bercakap-cakap mengenai penderitaan yang dialami Ayub, sebagaimana dicatat dalam Kitab Ayub di Alkitab orang Ibrani  Perjanjian Lama, Teman adalah salah satu kota di wilayah Edom (Amos 1:12; Obaja 9; Yeremia 49:20).”  Jadi Elifas nampaknya mewakili hikmat orang Edom yang dianggap terkenal di zaman dahulu, menurut Obaja 8; Yeremia 49:7."   nama Elifas pertama kali muncul ada dalam kitab Kejadian. Elifas" adalah nama anak sulung Esau(juga disebut Edom) bin Ishak bin Abraham, dan Elifas mempunyai putra bernama "Teman(Kejadian 36:4,10 dan 11 ).”  jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa nama itu berkisar dari sana.

Tentang Elihu

       Elihu, salah satu tokoh yang muncul dalam kisah Ayub,” asal usul Elihu di telusuri secara cukup lengkap (ay. 2a; bgd 1:1; 2:1 ). Orang Bus. Bandingkan Kejadian 22:21.”   survei kitab Kejadian tentang Bus berasal dari  silsilah keturunan Nahor saudara Abraham, yang memperanakkan Bus.

           Kalau dilihat dari silsilah ketiga tokoh di atas, maka bisa disimpulkan bahwa Ayub hidup setelah zaman bapa Abraham, beredomisili di tanah Us ( Ayub 1:1 ), ( mungkin Edom ) karena pikiran modern cenderung menganggapnya diperbatasan Edom, tapi tradisi yang menempatkannya di haran, ( Basan ) jauh lebih mungkin,”   menurut Matthew Henry’s Commentary on the whole Bible volume 3 Job to song of Salomon mengatakan : Negeri [yang] ia [tinggal/hidup]  adalah tanah Uz, di (dalam) daerah timur bagian dari Arabia, Yang letaknya ke arah Chaldea, dekat Euphrates, mungkin tidak jauh dari Ur Chaldees, dari mana Abraham telah [disebut/dipanggil].”  .dan kemungkinan besar, Ayub ada sebelum zaman Musa, dimana Israel belum dikenal antara kaum yang sudah ada. Dengan alasan: melihat dari panjangnya usia Ayub, harta kekayaan yang dinilai dari ternak, dsb.  J. I Packer dalam buku Ensiklopedi Fakta Alkitab  Bible Almanac, ia mengatakan “ boleh jadi ia hidup sebelum zaman Musa.”

PENGURAPAN ( definisi)

DEFINISI KATA PENGURAPAN

             Kata pengurapan Dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI):  “Mengolesi, Melumas.
       Menurut Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z, Kata Urapan berarti “ sudah menerima karunia ilahi (Mazmur 23:5; 92:10). Atau sudah diberi tempat atau fungsi istimewa  dalam rencana Allah (Mzm 105:15; Yes45:1 ).”  Karena berdasarkan pilihan dan ditetapkan oleh Allah, maka setiap orang yang diurapi adalah orang yang istimewa, dan memiliki karunia ilahi, mengingat dalam Perjanjian Lama, Roh Tuhan hanya berdiam dalam diri orang yang dipilih. Menarik dalam hal pengurapan, ternyata bukan hanya manusia yang diurapi, tetapi juga berlaku pada benda.
      Masih dalam buku Ensiklopedia Alkitab Perjanjian Lama Jilid II mengatakan: “dalam PL orang atau benda diurapi untuk menandakan kesuciannya.”  Pengurapan benda dalam PL di paparkan dalam kitab (Kejadian 28:18; 2 Samuel 2:21), yang menandakan bahwa benda juga perlu diurapi sehubungan dengan fungsi benda tersebut. Misalnya dalam imamat benda tersebut dipakai sebagai perkakas dalam rumah Tuhan.

          Pengurapan: “Dalam PL orang atau benda di urapi untuk menandakan keseuciannya atau pengkudusannya bagi Allah (Kej. 28:18), tabut dan perkakasnya (Kel. 30:22), perisai (mungkin untuk mentahirkan dlm ‘perang suci’),  Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II  kembali menjelaskan tentang pengurapan bagi orang,  “ (2 Sam 1:21; Yes 21:21-5; Ul 23:9), raja (Hak 9:8; 2 Sam 2:4; I Raj 1:34), imam besar (Kel 28:41); nabi (I Raj 19:16). Khidmat dan pentinya pengurapan itu di perliihatkan dalam hal pertama, bahwa adalah merupakan pelenggaran kriminal bila menggunakan minyak kudus untuk pengurapan yang bisa (Kel. 30:32-33). Kedua, oleh keuasaan dampak pengurapan itu (2 Raj 9:11-13)”

Kamus Teologia kata Pengurapan “anointing- Pengolesan atau pencurahan minyak atas orang (kadang-kadang juga barang) untuk mengubahnya dalam hubungan dengan Allah dengan jemaah. Dalam PL para raja, imam, nabi di urapi dengan demikian di curahi Roh Allah (Kel 29:22-30; 30:25; I Sam 10:1; Maz 22:2; 20:7; Yes 45:1). Gereja memberikan pengurapan dengan minyak kepada orang-orang sakit, merka yang di baptis, yang menerima sakramen penguatan, dan yang menerima sakramen tahbisan” .

       
Kata urapan berasal dari kata (wayyimšah) dari kata (masyakh), yang artinya “mengoles,melumuri, menggosok dengan minyak.”  משהה   (MISYKHAH) adalah hasil dari tindakan  (masyakh), dari kata inilah dikenal nama YEHOSYUA HAMASYIAKH, artinya Yesus yang diurapi. Sedangkan dalam PB “Kata Yunani Χριστός  merupakan bentuk kata Noun, Masculine, transliterasinya adalah Christos dengan phonetic spelling (khris-tos'), yang berarti anointed One, the Messiah, the Christ (Dia yang diurapi, Mesias, Kristus).” 
      
Sumber...
ENSIKLOPEDI
EKSEGESE KRISALLATI
RISET BUKU

KESIMPULAN 1. PENDERITAAN AYUB/KITAB AYUB

          Berdasarkan uraian tentang kajian penderitaan menurut Kitab Ayub dan relevansinya dalam kehidupan orang percaya, maka penulis dapat menyimpulkansebagai berikut:

1.    PENDERITAAN

            Penderitaan adalah bagian yang selalu menyertai kehidupan manusia, tidak perduli siapa orang tersebut serta apa status social yang disandangnya. Realitanya adalah penderitaan selalu berdampingan dalam kehidupan manusia karena penderitaan merupakan rangkaian dari kehidupan,maka setiap orang pasti akan mengalami penderitaan.

           Hidup ini rahasia. Ayub adalah tokoh yang Alkitab katakan secara jasmani memiliki kemapanan, bahkan hubungan rohani dengan Tuhan tidak diragukan lagi. Tetapi akhirnya Ayub harus menghadapi penderitaan dan kesulitan tanpa tahu apa penyebabnya. Semua itu terjadi karena Tuhan mau melalui Ayub sehingga umat-Nya memperlihatkan kemuliaan-Nya kepada dunia, sehingga melalui hal tersebut, sebagai umat-Nya, Tuhan semakin dikenal oleh karena karakter yang diperlihatkan anak-anak-Nya di tengah manusia yang tidak percaya.

Thursday, November 29, 2018

KESIMPULAN 2. HIDUP AYUB/KITAB AYUB "PENDERITAAN AYUB".

2.  AYUB MENYIKAPI MASALAH DENGAN TETAP BERTEKUN PADA TUHAN

          Penderitaan itu dapat teratasi tergantung  bagaimana seseorang menyikapi penderitaan tersebut. Sabar, tekun, tetap setia, teguh hati, berharap adalah cara yang baik dalam menyikapi setiap persoalan yang dialami. Sikap Ayub adalah sikap yang indah untuk diaplikasikan oleh orang yang percaya kepada Kristus dalam menghadapi penderitaan. Sikap seperti yang Ayub terapkan dalam menghadapi penderitaan adalah sikap ketergantungannya kepada Allah dan dalam menantikan pertolongan serta belas kasih-Nya. Dalam hal penderitaan, “bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan pengharapan, dan pengharapan tidak mengecewakan”( Roma 5:3-5).

           Orang-orang yang biasa mengandalkan kekuatan dan pertolongan Tuhan selalu bertekun dalamTuhan sekalipun menderita, dengan demikian dapat melihat kedahsayatan dan keajaiban dari Tuhan, dan ada harapan yang tidak mengecewakan dalam Tuhan.

           penderitaan menjadikan hidup bermakna. Dalam kisah Ayub, dibalik semua peristiwa yang terjadi banyak hikmah dan pelajaran yang dapat diambil dari penderitaan.  Pemulihan dalam segala hal, kesehatan, kekayaan yang berlipat, nama baik, bahkan umur yang panjang dipercayakan sampai melihat keturunannya yang keempat, semua itu adalah hasil yang disediakan Allah bagi Ayub, sebab Ayub telah menyikapi  penderitaan dengan baik.

           Tidak semua penderitaan yang dialami oleh seseorang membawa pengaruh buruk bagi orang yang mengalaminya. Melainkan dengan penderitaan orang dapat mengetahui banyak hal tentang makna penderitaan itu sendiri. Selain itu pengaruh yang baik dari penderitaan adalah membawa orang selalu mengintropeksi diri. Mungkin penderitaan terjadi karena kesalahan yang telah diperbuat, karena penderitaan juga muncul disebabkan oleh apa yang telah ditabur.
 Sebagai orang Kristen, penderitaan yang dialami adalah disebabkan oleh banyak hal, termasuk tujuan Yesus yang memerintahkan supaya ikut menderita. Firman Allah memberikan informasi secara lengkap dan sempurna mengapa orang percaya harus mengambil bagian dalam penderitaan Yesus. “pikullah kuk yang kupasang”       (Matius 11:29) adalah tanggung jawab setiap orang percaya, dan itu adalah satu beban yang harus dilaksanakan.
Keenam, kejujuran dalam menghadapi penderitaan.  Ketika Ayub menghadapi penderitaan, Ayub mengatakan apa yang dirasakannya. Ayub menentang semua tuduhan teman temannya dan dengan lantang mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah, bahkan membawa perkaranya di hadapan Tuhan semesta alam. Keluhan-keluhan Ayub berdasarkan apa yang dirasakan dan apa yang dipahami. Kejujuran dalam berbagai keadaan adalah sikap yang diperlihatkan Ayub dalam hidupnya, karena lewat kejujurannya, Allah mengenalnya, bahkan meneta

Kesimpulan 3.. Hidup Ayub/Kitab Ayub


3.      PAHAM TENTANG MAKNA HIDUP

           Ayub tahu makna hidup. Bagi Ayub harta yang terbesar bukanlah apa yang ada di luar tetapi apa yang ada di dalam diri. Ayub memang orang terkaya dalam hal harta kekayaan diseluruh daerah Timur, tetapi Ayub hidup benar dihadapan Allah bukan karena diberkati dengan harta benda tersebut. Ayub hidup saleh karena hatinya sungguh-sungguh terpaut kepada Allah. Ayub mengerti apa artinya hidup sebagai manusia, terlahir tanpa apa-apa dan kembali juga dengan tangan hampa. Apa yang dimiliki di dalam dunia ini hanyalah sementara, bukan berasal dari dirinya tetapi pemberian Allah. Allah berhak memberi dan juga berhak mengambilnya kembali. Ayub memuji Allahnya, karena Ayub percaya kepada Allah yang berhikmat sempurna, Allah yang tahu dengan baik waktu segala sesuatu.

           Allah mengizinkan pencobaan dari Iblis untuk Ayub, karena Allah mengenal kesalehan Ayub. Identitas Ayub tidak hilang saat ada dalam pencobaan si Iblis, Ayub tetap saleh, jujur, takut akan Tuhan dan menjahui kejahatan.  Pencobaan yang tanpa diketahui dari mana datangnya dilalui dengan baik, sehingga Allah menganugrahi kepadanya kemuliaan. Satu hal yang harus diperhatikan, Allah tidak pernah lepas kontrol soal kehidupan umat-Nya, termasuk saat ada dalam penderitaan, dalam kisah Ayub, Allah terlibat di dalamnya.
         hasil pengamatan harus diakui bahwa memang tidak ada penjelasan yang sederhana dan memuaskan keinginan pribadi yang disajikan penulis, berdasarkan atas pekerjaan Allah, banyak perkara yang tidak bisa dimengerti. Tetapi penulis lewat tulisan ini, menyajikan satu kesimpulan tentang penderitaan, bahwa apa yang manusia alami, sekalipun tidak dimengerti, Allah paham semuanya.
           Akhirnya, orang percaya akan dapat bertahan dalam penderitaan kalau terus berpengang pada janji Tuhan, dimana Tuhan menjanjikan sebuah dunia yang tidak ada penderitaan atau cobaan, dan semua orang di tempat yang bebas akan memilih untuk mengasihi-Nya. Ini adalah langit dan bumi yang baru. Orang percaya menantikan waktu itu, dan itulah harapan dari iman orang percaya kepada Kristus. "Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; Tidak akan ada lagi perkabungan atau tangisan atau sakit, untukhal-hal yang lama telah berlalu (wahyu 21:4).

Qohelet - Krisallati

Biodata

Nama      : KRISAL lati Salupuk Ttl.           : Lebang , 28-2-1978 Alamat  L: Jln Lasaktia Raja, km 3, lebang                     P...

INSPIRASI " KESAKSIAN IMAN